Bank Islam harus mampu mengelola sumber
pendapatan dan beban pendapatannya secara maksimal agar mampu mencapai tingkat
keuntungan secara optimal. Upaya optimalisasi pendapatan tersebut dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu memberdayakan aset produktif yang dimiliki
sehingga mampu mengoptimalkan sumber pendapatan, baik berasal dari hasil
margin, hasil sewa ataupun dari imbal bagi hasil. Dapat pula dilakukan dengan
cara menekan segala beban, terutama beban pendapatan kepada pihak ketiga
sebagai akibat diterimanya dana amanah masyarakat dengan menggunakan konsep wadiah
maupun sebagai akibat dikelolanya dana investasi masyarakat melalui konsep mudharabah.
Proses penentuan hasil sewa maupun hasil margin
yang diharapkan biasanya ditentukan oleh pihak shahibul maal (bank), begitu
juga untuk menentukan tingkat bonus yang diberikan terhadap wadiah
dilakukan oleh shahibul maal (bank).
Namun, proses penentuan tingkat bagi hasil
diperlukan kesepakatan kedua belah pihak, yang teungkap dalam nisbah bagi
hasil.
Proses penentuan nisbah bagi hasil dalam Bank
Islam hampir sama dengan proses perhitungan biaya dana dan perhitungan tingkat
bunga pembiayaan pada bank konvensional. Namun dengan penekanan berbeda, karena
bank konvensional berbasis biaya sedangkan Bank Islam berbasis pendapatan,
perbedaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
BERBASIS BIAYA
|
BERBASIS PENDAPATAN
|
Ditentukan
di muka
|
Ditentukan
di belakang
|
Hasil
lebih mudah ditentukan
|
Hasil
lebih sulit ditentukan
|
Hasilnya
mudah diperkirakan
|
Hasilnya
susah diperkirakan
|
Tanpa memerhatikan proses pemanfaatan dana
|
Pemanfaatan dana harus sesuai tujuan/prosesnya
|
Tidak tersirat keadilan, karena beban risiko tidak sebanding
|
Menekankan keadilan melalui pembagian risiko sesuai kesepakatan
|
Bagi hasil dalam bentuk return (perolehan aktiva usaha) dari
kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap pada Bank
Islam. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil usaha yang
benar-benar diperoleh Bank Islam.
Dalam sistem perbankan Islam, bagi hasil merupakan suatu mekanisme
dilakukan oleh Bank Islam (mudharib) dalam upaya memperoleh hasil dan
membagikannya kembali kepada para pemilik dana (shahibul maal) sesuai
kontrak disepakati bersama pada awal kontrak (akad) antara nasabah dengan Bank
Islam. Di mana besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak
ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan
(at-Tarodhin) oleh masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Adapun pendapatan yang dibagikan antara mudharib dengan shahibul
maal adalah pendapatan yang sebenarnya telah diterima (cash basis)
sedangkan pendapatan yang masih dalam pengakuan (accrual basis) tidak
dibenarkan untuk dibagi antara mudharib dan shahibul maal.
Dalam hukum Islam penerapan bagi hasil harus memerhatikan prinsip
at-Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara nggota
masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an: “dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan, dan jangan
tolong menolong alam berbuat dosa dan pelanggaran.” Serta menghindari
prinsip al-Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya
menganggur (tidak digunakan untuk transaksi) sehingga tidak bermanfaat bagi
masyarakat umum.
Untuk memahami penerapan skim bagi hasil pada operasional Bank
Islam terlebih dahulu harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.
Pendapatan yang Akan Dibagikan
Dari sekian banyak pendapatan diterima oleh Bank Islam, maka hanya
pendapatan diperoleh secara langsung dari hasil pengelolaan dana menggunakan
skim bagi hasil saja yang dapat dibagi hasilkan kembali, sedangkan pendapatan fee
atas jasa bukan merupakan hasil pengelolaan sehingga tidak dibagi hasilkan
(merupakan hak bank).
Jadi, pengertian sumber pendapatan yang dapat dibagi hasilkan
disini adalah:
a.
Penerimaan dari margin pembiayaan dan dari bagi
hasil pembiayaan.
b.
Pendapatan dari investasi pada surat berharga
atau penempatan dari Bank Islam lain.
Di samping itu, sesuai dengan fatwa DSN tentang pengakuan accrual
basis dan cash basis maka pendapatan yang diperoleh dengan metode accrual
harus dikeluarkan dari pendapatan yang akan dibagi, artinya hanya pendapatan
yang benar-benar telah diterima saja yang boleh dibagikan kepada pemilik dana (shahibul
maal).
2.
Bentuk Pengungkapan Bagi Hasil
Adapun tata cara distribusi bagi hasil yang perlu diungkapkan dan
disampaikan kepada nasabah, antara lain:
a.
Metode menggunakan Bank, sebagai dasar
penentuan bagi keuntungan atau kerugian dari dana mudharabah tersebut.
b.
Tingkat pengembalian dana mudharabah.
c.
Tingkat nisbah keuntungan yang telah disepakati
dari setiap dana investasi.
3.
Sistem Pengelolaan Dana
Operasional Bank Islam disamping menggunakan modal sendiri, juga
menghimpun dana dari masyarakat dengn menggunakan prinsip wadiah
(titipan) dan mudharabah (bagi hasil) dalam bentuk tabungan, giro dan
deposito, selanjutnya dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam
bentuk pembiayaan dengan menggunakan prinsip murabahah (jual beli),
mudharabah (bagi hasil), musyarakah (partnership), ijarah
(sewa), salam, istishna, dan lain-lain.
Masyarakat menempatkan dana dalam bentuk wadiah dengan
maksud agar bank menjaga dananya dan setiap saat dana tersebut dapat diambil,
sehingga atas dana wadiah ini bank tidak memberikan bagi hasil atas
hasil pengelolaan, namun bank bertanggung jawab penuh atas dana tersebut.
Tetapi bila bank mempunyai keluangan atas hasil pengelolaan dana tersebut, maka
bank dapat saja memberikan bonus kepada pemilik dana wadiah, hanya saja
hal itu tidak boleh diperjanjikan di muka.
Dana dalam bentuk mudharabah adalah merupakan bentuk
investasi yang dipercayakan pemilik dana kepada bank agar melakukan investasi
disektor menguntungkan sehingga return/hasil diperoleh dapat dibagi
hasilkan sesuai nisbah disepakati di awal.
4.
Faktor yang Memengaruhi Perhitungan Bagi Hasil
Di dalam laporan keuangan bank Islam terdapat beberapa pos
perkiraan yang menjadi/memengaruhi unsur perhitungan bagi hasil, yaitu sebagai
berikut.
a.
Pendapatan margin dan pendapatan bagi hasil,
dihitung berdasarkan perolehan pendapatan pada bulan berjalan.
b.
Saldo dana pihak ketiga, yang dihitung dengan
menggunakan saldo rata-rata harian bulan bersangkutan.
c.
Pembiayaan, yang dihitung berdasarkan saldo
rata-rata harian bulan bersangkutan. Ada pula pendapat bahwa yang diambil
adalah saldo rata-rata harian bulan sebelumnya, dengan alasan karena yang
memengaruhi pendapatan bulan berjalan adalah pembiayaan bulan sebelumnya,
sedangkan pembiayaan bulan berjalan baru akan memperoleh pendapatan pada bulan berikutnya.
d.
Investasi pada surat berharga/penempatan pada
Bank Islam lain.
e.
Penentuan kapan bagi hasil efektif dibagikan
kepada para pemilik dana, apakah mingguan, pada akhir bulan, pada tanggal
valuta, pada tanggal jatuh tempo, pada akhir tahun, dan lainna.
f.
Penggunaan bobot dalam menghitung besarnya dana
pihak ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar