Laman

18 Desember, 2016

Bagi Hasil


Bank Islam harus mampu mengelola sumber pendapatan dan beban pendapatannya secara maksimal agar mampu mencapai tingkat keuntungan secara optimal. Upaya optimalisasi pendapatan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memberdayakan aset produktif yang dimiliki sehingga mampu mengoptimalkan sumber pendapatan, baik berasal dari hasil margin, hasil sewa ataupun dari imbal bagi hasil. Dapat pula dilakukan dengan cara menekan segala beban, terutama beban pendapatan kepada pihak ketiga sebagai akibat diterimanya dana amanah masyarakat dengan menggunakan konsep wadiah maupun sebagai akibat dikelolanya dana investasi masyarakat melalui konsep mudharabah.
Proses penentuan hasil sewa maupun hasil margin yang diharapkan biasanya ditentukan oleh pihak shahibul maal (bank), begitu juga untuk menentukan tingkat bonus yang diberikan terhadap wadiah dilakukan oleh shahibul maal (bank).
Namun, proses penentuan tingkat bagi hasil diperlukan kesepakatan kedua belah pihak, yang teungkap dalam nisbah bagi hasil.
Proses penentuan nisbah bagi hasil dalam Bank Islam hampir sama dengan proses perhitungan biaya dana dan perhitungan tingkat bunga pembiayaan pada bank konvensional. Namun dengan penekanan berbeda, karena bank konvensional berbasis biaya sedangkan Bank Islam berbasis pendapatan, perbedaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
BERBASIS BIAYA
BERBASIS PENDAPATAN
Ditentukan di muka
Ditentukan di belakang
Hasil lebih mudah ditentukan
Hasil lebih sulit ditentukan
Hasilnya mudah diperkirakan
Hasilnya susah diperkirakan
Tanpa memerhatikan proses pemanfaatan dana
Pemanfaatan dana harus sesuai tujuan/prosesnya
Tidak tersirat keadilan, karena beban risiko tidak sebanding
Menekankan keadilan melalui pembagian risiko sesuai kesepakatan
Bagi hasil dalam bentuk return (perolehan aktiva usaha) dari kontrak investasi, dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap pada Bank Islam. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar diperoleh Bank Islam.
Dalam sistem perbankan Islam, bagi hasil merupakan suatu mekanisme dilakukan oleh Bank Islam (mudharib) dalam upaya memperoleh hasil dan membagikannya kembali kepada para pemilik dana (shahibul maal) sesuai kontrak disepakati bersama pada awal kontrak (akad) antara nasabah dengan Bank Islam. Di mana besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (at-Tarodhin) oleh masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Adapun pendapatan yang dibagikan antara mudharib dengan shahibul maal adalah pendapatan yang sebenarnya telah diterima (cash basis) sedangkan pendapatan yang masih dalam pengakuan (accrual basis) tidak dibenarkan untuk dibagi antara mudharib dan shahibul maal.
Dalam hukum Islam penerapan bagi hasil harus memerhatikan prinsip at-Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara nggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an: “dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan, dan jangan tolong menolong alam berbuat dosa dan pelanggaran.” Serta menghindari prinsip al-Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (tidak digunakan untuk transaksi) sehingga tidak bermanfaat bagi masyarakat umum.
Untuk memahami penerapan skim bagi hasil pada operasional Bank Islam terlebih dahulu harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.             Pendapatan yang Akan Dibagikan
Dari sekian banyak pendapatan diterima oleh Bank Islam, maka hanya pendapatan diperoleh secara langsung dari hasil pengelolaan dana menggunakan skim bagi hasil saja yang dapat dibagi hasilkan kembali, sedangkan pendapatan fee atas jasa bukan merupakan hasil pengelolaan sehingga tidak dibagi hasilkan (merupakan hak bank).
Jadi, pengertian sumber pendapatan yang dapat dibagi hasilkan disini adalah:
a.              Penerimaan dari margin pembiayaan dan dari bagi hasil pembiayaan.
b.             Pendapatan dari investasi pada surat berharga atau penempatan dari Bank Islam lain.
Di samping itu, sesuai dengan fatwa DSN tentang pengakuan accrual basis dan cash basis maka pendapatan yang diperoleh dengan metode accrual harus dikeluarkan dari pendapatan yang akan dibagi, artinya hanya pendapatan yang benar-benar telah diterima saja yang boleh dibagikan kepada pemilik dana (shahibul maal).
2.             Bentuk Pengungkapan Bagi Hasil
Adapun tata cara distribusi bagi hasil yang perlu diungkapkan dan disampaikan kepada nasabah, antara lain:
a.              Metode menggunakan Bank, sebagai dasar penentuan bagi keuntungan atau kerugian dari dana mudharabah tersebut.
b.             Tingkat pengembalian dana mudharabah.
c.              Tingkat nisbah keuntungan yang telah disepakati dari setiap dana investasi.
3.             Sistem Pengelolaan Dana
Operasional Bank Islam disamping menggunakan modal sendiri, juga menghimpun dana dari masyarakat dengn menggunakan prinsip wadiah (titipan) dan mudharabah (bagi hasil) dalam bentuk tabungan, giro dan deposito, selanjutnya dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dengan menggunakan prinsip murabahah (jual beli), mudharabah (bagi hasil), musyarakah (partnership), ijarah (sewa), salam, istishna, dan lain-lain.
Masyarakat menempatkan dana dalam bentuk wadiah dengan maksud agar bank menjaga dananya dan setiap saat dana tersebut dapat diambil, sehingga atas dana wadiah ini bank tidak memberikan bagi hasil atas hasil pengelolaan, namun bank bertanggung jawab penuh atas dana tersebut. Tetapi bila bank mempunyai keluangan atas hasil pengelolaan dana tersebut, maka bank dapat saja memberikan bonus kepada pemilik dana wadiah, hanya saja hal itu tidak boleh diperjanjikan di muka.
Dana dalam bentuk mudharabah adalah merupakan bentuk investasi yang dipercayakan pemilik dana kepada bank agar melakukan investasi disektor menguntungkan sehingga return/hasil diperoleh dapat dibagi hasilkan sesuai nisbah disepakati di awal.
4.             Faktor yang Memengaruhi Perhitungan Bagi Hasil
Di dalam laporan keuangan bank Islam terdapat beberapa pos perkiraan yang menjadi/memengaruhi unsur perhitungan bagi hasil, yaitu sebagai berikut.
a.              Pendapatan margin dan pendapatan bagi hasil, dihitung berdasarkan perolehan pendapatan pada bulan berjalan.
b.             Saldo dana pihak ketiga, yang dihitung dengan menggunakan saldo rata-rata harian bulan bersangkutan.
c.              Pembiayaan, yang dihitung berdasarkan saldo rata-rata harian bulan bersangkutan. Ada pula pendapat bahwa yang diambil adalah saldo rata-rata harian bulan sebelumnya, dengan alasan karena yang memengaruhi pendapatan bulan berjalan adalah pembiayaan bulan sebelumnya, sedangkan pembiayaan bulan berjalan baru akan memperoleh pendapatan pada bulan berikutnya.
d.             Investasi pada surat berharga/penempatan pada Bank Islam lain.
e.              Penentuan kapan bagi hasil efektif dibagikan kepada para pemilik dana, apakah mingguan, pada akhir bulan, pada tanggal valuta, pada tanggal jatuh tempo, pada akhir tahun, dan lainna.

f.               Penggunaan bobot dalam menghitung besarnya dana pihak ketiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

twitter