Pasar Uang
Akad Wadiah dan Jua’alah pada Sertifikat Bank Indonesia
Syariah
MAKALAH
Untuk Melengkapi Tugas Lembaga Keuangan Dan Perbankan Islam
Oleh
Juni Yusran
1401104010032
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun
yang kecil, pada dasarnya bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan
karena lebih kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk memenuhi likuiditasnya
(Muhammad, 2002:112). Untuk mengatasi hal tersebut, Pasar uang (money market)
adalah dimana di dalamnya diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek.
Pasar uang (maney market) adalah pasar yang terdiri
dari lembaga lembaga keuangan dan pedagang-pedagang uang
dan kredit jangka pendek yang mempunyai uang yang akan dipinjamkan atau ingin
meminjam uang; pertemuan antara permintaan dan penawaran dana jangka pendek (Lihat: Kamaruddin,
2007). Pengertian jangka pendek secara konvensional ditafsirkan dalam kurun
waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun (Lihat: Sunariyah, 2003:11). Wujud
pasar finansial berupa institusi dimana individu atau unit organisasi yang
surplus finansialnya atau dana jangka pendeknya beriteraksi dengan para debitur
yang memerlukan atau kekurangan dana yang sifatnya juga jangka pendek. Dewasa
ini, pertemuan antara kreditor dengan debitor jangka pendek dapat berlangsung
dalam suatu sistem yang super canggih. Unit perusahaan yang mensuplai dana
jangka pendek pada pasar finansial biasanya bank komersial atau institusi non
keuangan yang mempunyai kelebihan dana (Hafasnudin, 2008:156).
Di dalam pasar uang, salah satu instrumennya adalah Sertifikat Bank
Indonesia. Guna Sertifikat Bank Indonesia ini adalah sebagai pengendali moneter
pada bank-bank (konvensional dan syariah). Sertifikat
Bank Indonesia Syariah merupakan sertifikat yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia
dengan jangka waktu
paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan dalam mata uang rupiah serta menggunakan prinsip syariah. Tujuan diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
adalah untuk meningkatkan
efektifitas pengendalian moneter
melalui operasi pasar terbuka.
BAB II
ISI
2.1
Pengertian Pasar Uang Konvensional
Pasar uang atau money market merupakan pertemuan demand dan supply
dana jangka pendek. Dalam pasar uang, valuta asing diperlukan untuk membayar
kegiatan ekspor impor, dan hutang luar negeri. Pasar uang adalah pasar untuk
pemberian pinjaman-pinjaman jangka pendek (kurang dari satu tahun). Pasar uang
digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk membeli dan mengirimkan
barang-barang persediaan (inventory), dan oleh perusahaan-perusahaan
yang membantu membiayai jual-beli secara kredit untuk membiayai kredit
konsumen, oleh bank-bank untuk membiayai kekurangan-kekurangan cadangan
sementara dan oleh pemerintah-pemerintah untuk menembatani jurang antara penerimaan-penerimaan
pajak dan
pembelanjaan-pembelanjaan. Pasar uang bukanlah sebuah tempat (seperti saham)
tetapi suatu kegiatan (Dudley, 1981:158-160).
Kebutuhan akan adanya pasar uang dilatar belakangi adanya kebutuhan
pengusaha untuk mendapatkan sejumlah dana dalam jangka pendek atau sifatnya
harus segera dipenuhi. Pasar uang bersama pasar modal sering kali
diartikan sama, padahal kedua jenis pasar tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda.
Pasar uang (money market) adalah pasar di mana di dalamnya diperdagangkan
surat-surat berharga jangka pendek (Zainul, 2005:169). Pasar uang (money
market) merupakan pasar yang menyediakan sarana pengalokasian dan pinjaman
dana jangka pendek. Jangka waktu surat berharga yang diperjualbelikan biasanya
kurang dari satu tahun. Karena itu pasar uang merupakan pasar likuiditas primer.
Pelaku utama dalam pasar uang (Amanita, 182):
1.
Lembaga-lembaga keuangan, misalnya: bank, dana
pensiun dan perusahaan asuransi.
2.
Perusahaan-perusahaan besar, misalnya:
perusahaan yang sudah go public menerbitkan commercial paper.
3.
Lembaga-lembaga pemerintah, misalnya: Bank
Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
4.
Individu-individu, misalnya: rumah tangga
membeli Sertifikat Bank Indonesia.
Pasar uang pada prinsipnya merupakan sarana alternatif bagi lembaga-lembaga
keuangan, perusahaan-perusahaan non keuangan, dan peserta-peserta lainnya baik
dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya maupun dalam rangka melakukan
penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya. Pasar uang secara tidak langsung juga sebagai
sarana pengendali moneter yang dilakukan oleh penguasa moneter dalam
melaksanakan operasi pasar terbuka. Pelaksanaan operasi pasar terbuka di
Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia yaitu dengan menggunakan Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). SBI sebagai piranti
operasi pasar terbuka digunakan untuk tujuan kontraksi moneter yaitu untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan SBPU berfungsi
sebagai piranti ekspansi moneter yaitu menambah jumlah uang yang beredar. Dalam
sistem perekonomian pasar uang juga dibutuhkan karena banyaknya perusahaan
serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai antara inflows
dan outflows. Oleh karena itu pasar uang juga berfungsi untuk
menjembatani adanya kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran
dana. Bagi para investor, pasar uang terutama untuk mencari keamanan dan
likuiditas di samping peluang untuk memperoleh pendapatan bunga (Amanita, 182-183).
2.2
Pengertian Pasar Uang Syariah
Muhammad (2014:3) menyatakan pasar uang adalah tambahan kunci dari sistem
perbankan, pasar uang adalah di mana media dan instrumen jangka pendek yang
diperdagangkan adalah berbeda dari utang dan pasar modal, yang berkaitan
investasi jangka panjang. Bank tergantung pada pasar uang untuk mengelola
likuiditas mereka. Sementara manajemen likuiditas bukan satu-satunya penggunaan
pasar uang untuk bank, itu adalah yang paling penting (Lihat: Onal,
2013). Pasar uang sekuritas didominasi, dengan pengecualian dari Amerika
Serikat, dana sedang disalurkan melalui penggunaan surat berharga jangka pendek
seperti treasury bills dan surat berharga, sebagian besar pasar uang, termasuk
Malaysia yang didominasi perbankan (Lihat: Bacha, 2008). Pasar
uang memiliki keterkaitan dengan kedua pasar modal dan perbankan; telah menjadi
jalan yang ideal bagi bank sentral untuk melakukan operasi moneter. Sebagai
hasil dari hubungan ini, setiap perubahan dalam kebijakan moneter dari sebuah
perusahaan akan selalu merasa di pasar uang. Ini adalah tingkat pendek bunga/yield, yang berasal
dari perdagangan pasar uang yang pertama merespon implementasi kebijakan bank
sentral. Sebuah pasar antar bank yang berfungsi dengan baik akan memberikan
alokasi yang diinginkan dari cadangan bank dalam sistem perbankan di tingkat
diputuskan oleh bank sentral (Lihat: Onal, 2013).
Muhammad (2014:4), peningkatan jumlah instrumen pasar uang di pasar
uang syariah meningkat eksposur bank Islam untuk berbagai risiko seperti
likuiditas, dan risiko kredit (Lihat: Ridzwan et al.,
2006). Pasar uang Islam adalah bagian integral dari fungsi sistem perbankan
Islam, pertama, dalam memberikan lembaga keuangan syariah dengan
fasilitas pendanaan dan menyesuaikan portofolio dalam jangka pendek, dan kedua,
melayani sebagai saluran untuk transmisi kebijakan moneter. Instrumen keuangan
dan investasi antar bank akan memungkinkan bank surplus untuk menyalurkan dana
ke bank defisit, dengan demikian mempertahankan mekanisme pendanaan dan
likuiditas yang diperlukan untuk mempromosikan stabilitas sistem (IIMM, 2014).
2.3
Sejarah Pasar Uang Syariah
Gandhi dan Imam (2014:3)
mengatakan aktor utama di pasar uang adalah bank, di mana mereka dapat bertindak
sebagai penerbit instrumen keuangan, pembeli atau penjual. Sebelum tahun 1992,
hanya bank konvensional ada di industri perbankan Indonesia. Tapi sejak tahun
1992, bank-bank Islam telah muncul ke dalam sistem perbankan Indonesia dan
rezim sistem moneter ganda mulai berlaku. Tidak seperti bank konvensional, ide
dasar bank syariah adalah untuk menghapuskan sistem bunga dan menerapkan sistem
bagi hasil-rugi. Dalam sistem bagi hasil-loss, return dihitung
berdasarkan pendapatan riil dari klien. Dalam sistem ini, pertumbuhan uang
beredar dalam perekonomian harus mengikuti pertumbuhan output terjadi. Dengan
demikian, di daerah di mana aktor dominan adalah bank syariah, diharapkan pasar
uang harus memiliki kinerja yang independen atas pergerakan suku bunga pasar.
Sistem moneter ganda menyiratkan bahwa Bank Indonesia sebagai regulator yang
bertanggung jawab untuk mengelola kebijakan moneter ganda; kebijakan
konvensional moneter melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan kebijakan
moneter Islam melalui Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), sekaligus (Lihat: Ascarya, 2012).
2.4
Karakteristik Pasar Uang
Karakteristik pasar uang yaitu (Amanita, 183):
1.
Menyediakan fasilitas atau
jaringan transaksi jual beli aset finansial.
2.
Memepertemukan pihak yang memiliki surplus dana dengan
pihak yang mengalami defisit.
3.
Transaki dalam pasar uang
sebagian bersifat jangka pendek.
4.
Pasar uang juga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan dana jangka pendek perusahaan, lembaga keuangan, dan
pemerintah, mulai dari overnight
sampai dengan jangka waktu jatuh tempo satu tahun.
5.
Pada waktu yang sama pasar uang
menyediakan outlet investasi bagi pihak surplus dana jangka pendek yang
ingin memperoleh pendapatan atas dana yang belum terpakai.
Selain
memiliki 'kurang dari satu tahun jatuh tempo' instrumen pasar uang memiliki
tiga karakteristik umum: (1) bahwa mereka biasanya dijual dalam denominasi yang
sangat besar hampir tidak dapat diakses oleh rumah tangga dan usaha kecil; (2)
bahwa mereka biasanya memiliki risiko gagal bayar yang rendah dan (3) bahwa
mereka memiliki pasar sekunder yang sangat aktif dan likuid. Menjadi pasar
grosir dengan transaksi besar, biasanya lebih dari $ 1 juta, pasar uang modern
lebih cocok untuk broker dan dealer dalam kamar perdagangan
bank-bank besar dan rumah-rumah broker atau melalui jaringan elektronik yang
kompleks, daripada investor skala kecil dan individu. Risiko rendah terkait
dengan pasar uang ini terutama disebabkan tingkat investasi yang relatif rendah
pengembalian dibandingkan dengan tingkat pasar modal. Pembeli surat berharga
pasar uang (peminjam) tidak terutama tertarik dengan prospek pengembalian yang
tinggi. Sebaliknya, itu adalah daya tarik menemukan pengganti yang baik untuk
memegang uang tunai menganggur untuk jangka waktu yang singkat yang membuat
efek pasar uang 'sangat menarik bagi pembeli. Ketika penggunaan produktif bagi
surplus kas masih dalam proses untuk bekerja, membayar investor ke gudang kas
surplus mereka sementara pada instrumen pasar uang sampai penggunaan produktif dimulai.
Pasar
uang karena itu sama-sama penting bagi ekonomi Islam, tidak sedikit untuk
mengendalikan dan mengatur pasokan uang dalam perekonomian. Masalah ahli hukum
utama dengan instrumen uang konvensional berkaitan dengan struktur berbasis
utang pra-dominan mereka. Meskipun demikian, kebangkitan baru-baru di obligasi
syariah jangka pendek (sukuk atau sertifikat), tampaknya telah mengisi
kesenjangan yang signifikan di pasar keuangan Islam berkembang. Bank sentral
Islam - seperti di Sudan, Pakistan dan Malaysia - juga telah mengembangkan
instrumen pasar uang yang sah atas dasar musharakah untuk membantu mengatur
uang beredar dalam perekonomian. Sementara sangat relevan untuk urusan pasar
uang jangka pendek, sukuk masih dapat melakukan fungsi instrumen pasar modal,
tergantung pada kematangan sakk atau sertifikat. Menurut (Akuntansi dan Audit
Organisasi Lembaga Keuangan Islam) AAOIFI ini standar syariah, sukuk investasi
termasuk sukuk kepemilikan aset yang disewakan, kepemilikan layanan, murabahah,
salam, istishna ', mudarabah, musharakah, badan investasi, dan bagi hasil,
irigasi dan kemitraan pertanian (Seif, 2007:55).
2.5
Instrumen
Pasar Uang Konvensional
Instrumen atau surat-surat berharga yang
diperjualbelikan di pasar uang ada beberapa macam, yaitu (Amanita, 184-186):
1.
Treasury Bills
Treasury Bills (T-Bills), merupakan instrumen hutang yang diterbitkan
oleh pemerintah atau Bank Sentral (di Amerika Serikat ) atas tunjuk dengan
jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegang pada tanggal yang telah
ditetapkan. T-Bills tidak memberikan bunga secara langsung tetapi dijual atas
dasar diskonto, dengan jumlah diskonto ditetapkan melalui proses pelelangan.
2.
Commercial Paper
Commercial Paper (CP) merupakan promes yang tidak disertai dengan
jaminan, yang diterbitkan oleh perusahaan / bank untuk mendapatkan dana jangka
pendek. CP dijual kepada investor dalam pasar uang. Dengan demikian CP pada
dasarnya merupakan promes di mana penerbit berjanji akan membayar sejumlah
tertentu uang pada saat CP jatuh tempo. Jangka
waktu CP ini berkisar mulai dari beberapa hari samapi 270 hari. Penjualan CP
pada umumnya dengan sistem diskonto, namun beberapa di antaranya menggunakan
bunga.
3.
Negotiable Certificate of Deposit
Negotiable Certificate of Deposit (CD) atau sertifikat deposito
merupakan instrumen yang diterbitkan oleh suatu bank atas unjuk dan dinyatakan
dalam suatu jumlah, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Sertifikat
deposito diterbitkan oleh bank-bank umum atas dasar diskonto dengan nilai nominal sekurang-kurangnya Rp. 1 juta dan jangka waktu 30
hari sampai dengan
1 tahun. Pencairan sertifikat deposito dapat dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo, tetapi apabila pemegang instrumen tersebut membutuhkan dana sebelum jatuh tempo maka mereka dapat
menjualnya kepada lembaga keuangan atau kepada investor lainnya. Di samping
itu, deposito berjangka selalu diterbitkan dengan atas nama sementara CD atas
unjuk.
4.
Banker‘s Acceptance
Banker‘s Acceptance (BA) merupakan wesel bank yang ditarik oleh seorang
eksportir atau importir atas suatu bank untuk membayar sejumlah barang atau
untuk membeli valuta asing yang diberi tanda ―accepted‖ apabila bank menyetujui
wesel tersebut, dan dapat diperjualbelikan di pasar uang sebagai salah satu
sumber pendanaan jangka pendek. BA merupakan instrumen jangka pendek yang dapat
dipindahtangankan. BA pada dasarnya memberikan alternatif untuk mendapatkan
kredit pada saat barang-barang yang diekspor dikapalkan untuk segera dikirimkan
ke luar negeri. BA pada umumnya digunakan pada proses L/C dalam perdagangan
luar negeri. Jangka waktu jatuh tempo BA berkisar antara 30 hari sampai 180
hari.
5.
Bill of Exchange
Bill of exchange atau wesel adalah suatu perintah tertulis tak bersyarat
yang ditujukan oleh seseorang kepada pihak lainnya untuk membayar sejumlah uang
pada saat diperlihatkan atau pada tanggal tertentu kepada penarik atau order
atau pembawa. Jangka waktu jatuh tempo wesel ini umumnya berkisar 6 hari sampai
180 hari.
6.
Repurchase Agreement (Repo)
Repo merupakan transaksi jual beli surat berharga disertai dengan
perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat-surat berharga yang telah
dijual tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan lebih
dahulu. Surat berharga yang diperjualbelikan secara diskonto. misalnya SBI,
SPBU, CD dan T-Bills.
7.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
SBI pada dasarnya merupakan surat berharga atas unjuk dalam satuan uang
Rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan hutang jangka pendek. SBI sebagai piranti operasi pasar terbuka
digunakan untuk mengendalikan moneter untuk mengendalikan moneter melalui
lelang harian. Tujuan bank dan lembaga keuangan lainnya membeli SBI adalah
sebagai alternatif kelebihan dananya untuk memeperoleh pendapatan, dan apabila
memerlukan dana maka SBI dapat dijual kepada lembaga lain atau Bank Indonesia.
8.
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
SBPU adalah surat-surat berharga berjangka pendek yang dapat diperjual belikan
secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh
BI. SBPU berfungsi sebagi piranti pasar uang dan juga merupakan instrumen
operasi pasar terbuka dalam rangka ekspansi moneter oleh Bank Indonesia denagn
menetapkan tingkat diskonto SBPU.
9.
Call Money
Call Money merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong
pengembangan pasar uang. Pasar uang antarbank pada dasarnya adalah kegiatan
pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya untuk jangka waktu
pendek.
2.6
Instrumen Pasar Uang Syariah
Ola Al-Sayed (2015), pelaksanaan Operasi Moneter Syariah (OMS) adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian
moneter melalui kegiatan Operasi pasar Terbuka (OPT) dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah. Adapun jenis-jenis instrumen pasar uang yang ditawarkan dalam pasar
uang syariah di Indonesia adalah;
1)
Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Adalah
surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata
uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia.
2)
Repurchase
Agreement (Repo) SBIS
Adalah
transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada BUS atau UUS dengan
agunan SBIS (collateralized borrowing).
3)
Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN)
Adalah
surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
4)
Repurchase
Agrement (Repo) SBSN
Adalah
transaksi penjualan SBSN oleh bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian
kembali sesuai dengan hargaa dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka standing facilities syariah.
5)
Instrumen
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Adalah
kegiatan transaksi keuangan jangka waktu pendek antarbank berdasarkan prinsip
syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.
6)
Surat
Berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan
Adalah
surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh badan hukum lain
yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia, dan
sewaktu—waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
2.7
Regulasi Hukum Pasar Uang Syariah di Indonesia
Bank Indonesia, sebagai bank sentral di Indonesia
telah mengambil beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan sistem
keuangan yang sehat, meningkatkan ketersediaan informasi bagi pelaku pasar,
serta meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Instrumen konvensional yang
diterbitkan antara lain penggunaan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Pasar Uang
Antarbank (PUAB), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Pusat Informasi Pasar Uang
(PIPU), penetapan Jakarta Offered Rate (JIBOR), penyelesaian transaksi secara
otomatis tanpa menggunakan kertas, yaitu pada tahun 1999 diterapkan sistem
pembayaran transaksi secara on-line antarbank dan Bank Indonesia (BI-Line) dan
diperkenalkan pula Bank Indonesia Real Time Gross Settlement System (System
BI-RTGS).
Dalam rangka memenuhi tujuan untuk mencapai dan
memelihara kesetabilan nilai rupiah, BI memiliki tugas menetapkan dan
melaksanakana kebijakan moneter. Dalam rangka hal tersebut, BI melakukan
pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 10 ayat (2) UU no. 23 tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah
dengan PP Pengganti UU no 2 tahun 2008. Dalam rangka hal tersebut BI melakukan (Andri,
2010:211-214):
1.
Operasi
Moneter Syari‘ah (OMS)
Operasi
Moneter Syari‘ah (OMS) adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh BI dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
2.
Operasi
Pasar Terbuka (OPT)
Operasi
Pasar Terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip
syariah yang dilakukan oleh BI dengan bank dan pihak lain dalam rangka OMS. OPT
dilaksanakan secara berkala namun dalam hal diperlukan, OPT Syariah dapat
dilakukan sewaktu-waktu antara lain dalam bentuk Fine Tune Operation (FTO). OPT
Syariah dilakukan melalui mekanisme lelang dan atau nonlelang.
3.
Standing
Facilities
Standing
facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh BI kepada bank dalam
rangka OMS. Standing facilities Syariah dilakukan melalui mekanisme nonlelang
2.8
Fatwa DSN MUI tentang Pasar Uang Syariah
1.
Fatwa DSN MUI NO: 36
/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi‘ah Bank Indonesia (SWBI)
2.
Fatwa DSN
MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002 Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari‘ah
3.
Fatwa DSN MUI NO:
38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
4.
Fatwa DSN MUI NO:
62/DSN-MUI/XII/2007 Akad Ju‘alah
5.
Fatwa DSN MUI NO:
63/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
6.
Fatwa DSN MUI NO:
64/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju‘alah (SBIS Ju‘alah)
7.
Fatwa DSN MUI NO:
78/DSN-MUI/IX/2010 Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan
Prinsip Syariah
2.9
Akad Wadiah dan Jua’alah pada Sertifikat Bank Indonesia
Syariah
Akad yang digunakan dalam sistem perbankan syariah
merupakan komitmen/perjanjian yang menyatu dengan nilai-nilai syariah. Akad
berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan sesuatu hal,
baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang
muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai (Ascarya, 2007).
Akad atau transaksi yang digunakan dalam perbankan
syariah umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan realisasi dari
prinsip tolong-menolong. Keuntungan yang didapat oleh perbankan syariah berasal
dari kontrak pertukaran dan sistem bagi hasil (profit loss sharing) berdasarkan perjanjian atau akad yang telah
disepakati bersama (Pusat pendidikan dan studi kebanksentralan Bank Indonesia,
2005).
Setiap produk dan instrumen keuangan dalam
perbankan syariah wajib menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Salah
satunya Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang pada mulanya menggunakan akad wadiah, yang kemudian akadnya diubah
menjadi ju’alah.
A.
Akad Wadiah
Secara umum, akad wadiah merupakan titipan murni dari pihak penitip yang mempunyai
barang/aset kepada pihak penyimpan yang diberi amanah atau kepercayaan. Pihak
penyimpan barang/aset ini harus menjaga kondisi barang/aset yang dititipkan
kepadanya dan pihak penyimpan dapat sewaktu-waktu mengambil barang yang telah
dititipinya tersebut. Akad wadiah
dalam perbankan syariah dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu Wadi’ah
yad Amanah dan Wadia’ah
yad Dhamanah.
Dalam akad Wadi’ah yad Amanah, penitip menitipkan
barang/asetnya, baik yang berupa uang, barang, dokumen, dan surat berharga
lainnya kepada pihak penyimpan, dimana biaya penitipan dibebankan kepada pihak
penitip sebagai kompensasi atas tanggungjawab pemeliharaan. Pihak penyimpan
tidak diharuskan bertanggungjawab apabila terjadi kerusakan atau kehilangan
atas barang yang dititipkan kepadanya dengan catatan bukan terjadi akibat
kelalaian penyimpan. Penyimpan juga tidak boleh memanfaatkan barang yang
telah dititipi tersebut serta mencampuradukkannya dengan barang lainnya.
Tanggungjawab penyimpan adalah menjaga dengan baik kondisi barang yang telah
dititipkan kepadanya.
Akad Wadia’ah
yad Dhamanah berbeda
dengan akad Wadi’ah yad Amanah. Pada
akad ini, pihak penyimpan bertanggungjawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan.
Karena itu, penyimpan harus menjaga kondisi barang yang telah dititipkan
kepadanya dengan baik. Selain itu, pihak penyimpan boleh mempergunakan barang/aset
yang dititipkan tersebut dengan catatan pihak penyimpan akan mengembalikan
barang/aset yang telah dititipkan kepadanya secara utuh pada saat penitip
menghendaki barangnya. Penyimpan juga diperkenankan mencampurkan barang penitip
dengan barang penitip lainnya. Pihak penyimpan berhak atas keuntungan yang
diperoleh dari pemanfaatan dari barang yang dititipkan kepadanya dan segala
resiko yang terjadi juga akan menjadi tanggungjawabnya. Selain itu, penyimpan diperkenankan untuk memberikan bonus
secara sukarela kepada pihak penitip tanpa ada perjanjian atau kesepakatan
berapa rupiah yang akan diberikan (Wiroso, 2005). Produk dari jenis akad wadiah
ini adalah Giro Wadiah dan Tabungan Wadiah.
B.
Akad Jualah
Seperti yang
telah dikemukakan di atas, imbalan yang diterima ketika mengimplementasikan
akad ju’alah akan diberikan ketika
pihak yang melaksanakan ju’alah dapat
menyelesaikan tugas yang telah dipercayakan kepadanya dengan indikator hasil
yang dicapainya atas pekerjaan tersebut terpenuhi.
Karakteristik akad ju’alah antara lain :
1.
Pada Ju’alah
upah atau hadiah yang dijanjikan, hanyalah diterima orang yang menyatakan
sanggup mewujudkan apa yang menjadi obyek pekerjaan tersebut, jika pekerjaan
itu telah mewujudkan hasil dengan sempurna.
2.
Pada Ju’alah
terdapat unsur gharar, yaitu penipuan (spekulasi) atau untung-untungan karena
di dalamnya terdapat ketidaktegasan dari segi batas waktu penyelesaian
pekerjaan atau cara dan bentuk pekerjaannya. Dengan kata lain, yang
dipentingkan dalam akad ini adalah keberhasilan pekerjaan bukan batas waktu
atau cara mengerjakannya.
3.
Pada Ju’alah
tidak dibenarkan memberikan upah atau hadiah sebelum pekerjaan dilaksanakan dan
mewujudkannya.
4.
Tindakan hukum yang dilakukan dalam Ju’alah bersifat sukarela, sehingga apa yang dijanjikan boleh saja
dibatalkan, selama pekerjaan belum dimulai, tanpa menimbulkan akibat hukum.
5.
Ruang lingkup penggunaan akad ju’alah bersifat sempit.
2.10
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah
surat berharga yang berbentuk sertifikat. SWBI ini dikeluarkan oleh Bank
Indonesia sebagai bukti penitipan dana oleh perbankan syariah yang bersifat
jangka pendek. Perjanjian SWBI ini dilakukan oleh pihak Bank Indonesia dengan
perbankan syariah serta tidak dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Jangka
waktu jatuh tempo penitipan SWBI berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:
6/7/PBI/2004 adalah 7 hari, 14 hari atau 28 hari (jangka pendek). Dana yang
dititipkan minimal bernilai Rp 500.000.000,00 dan diatas nilai tersebut dapat
dititipkan dalam kelipatan Rp 50.000.000,00.
Kepemilikan SWBI berarti perbankan syariah telah
menitipkan dananya kepada Bank Indonesia atau dengan kata lain Bank Indonesia
memiliki utang kepada perbankan syariah tersebut. Dana yang telah dititipkan
kepada Bank Indonesia dalam bentuk sertifikat tersebut akan disalurkan oleh
Bank Indonesia kepada pihak yang membutuhkan dana. Tujuannya agar dana yang
dititipkan tersebut dapat bermanfaat serta menghindari terjadinya dana
menganggur (idle cash).
Penitipan dana yang dilakukan oleh perbankan
syariah tidak dapat diambil kembali sebelum tanggal jatuh tempo. Keuntungan
yang didapat oleh perbankan dari SWBI adalah bonus. Pemberian bonus ini
dilakukan pada saat tanggal jatuh tempo, dimana besarnya bonus tersebut
berdasarkan kewenangan Bank Indonesia. Jumlah bonus yang diberikan disesuaikan
dengan kebijakan dan anggaran yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Apabila
besarnya anggaran atas SWBI yang telah dianggarkan oleh Bank Indonesia tinggi,
maka bonus yang diterima oleh perbankan syariah akan tinggi pula dan
sebaliknya. Hal ini mengindikasikan bahwa bonus yang diterima oleh perbankan
syariah jumlahnya fluktuatif, sehingga kemungkinan untuk mendapat return yang rendah ada. Selain itu,
pemberian bonus juga dilatarbelakangi oleh kinerja perbankan syariah. Apabila
kinerja perbankan syariah tersebut meningkat, maka ia akan mendapat bonus yang
tinggi pula.
2.11
Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/11/PBI/2008, maka Sertifikat Wadiah Bank Indonesia resmi diubah menjadi
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan menggunakan akad ju’alah. Karakteristik SBIS berbeda
dengan SWBI. Jangka waktu SBIS adalah paling kurang 1 bulan dan paling lama 12
bulan (1 tahun) dengan satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00. SBIS diterbitkan
tanpa warkat (scripless), dapat
dijadikan agunan kepada Bank Indonesia pada saat perbankan syariah ingin
meminjam dana kepada Bank Indonesia. Sama halnya dengan SWBI, SBIS tidak dapat
diperdagangkan di pasar sekunder
(masyarakat). SBIS hanya dapat diperdagangkan antar perbankan syariah dengan
Bank Indonesia.
Perbankan
syariah yang telah memiliki SBIS menerima imbalan pada saat jatuh tempo dari
Bank Indonesia dengan catatan perbankan syariah yang bersangkutan telah
melakukan dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh Bank Indonesia. Apabila
perbankan syariah yang bersangkutan tidak mampu mencapai tujuan yang diinginkan
atau ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam hal pengendalian moneter berdasarkan
prinsip syariah, maka perbankan syariah yang bersangkutan tidak akan menerima
imbalan dari Bank Indonesia.
Kekurangan dari SBIS ini terletak pada pemberian
imbalannya. Meskipun perbankan syariah telah melakukan hal yang telah
diamanatkan oleh Bank Indonesia, akan tetapi apabila perbankan tersebut tidak
dapat mencapai target atau tujuan yang ditentukan Bank Indonesia, maka
perbankan tersebut tidak akan mendapat imbalan. Berbeda halnya dengan SWBI,
meskipun perbankan syariah tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan, akan
tetapi Bank Indonesia tetap memberikan bonus kepada perbankan syariah yang
bersangkutan meskipun nilainya rendah.
Penetapan imbalan yang menggunakan akad ju’alah pada Sertifikat Bank Indonesia
Syariah ini menggunakan dua cara penghitungan yaitu :
1.
Dalam hal lelang SBI menggunakan
metode fixed rate tender, maka
imbalan SBI Syariah ditetapkan sama dengan tingkat diskonto hasil lelang SBI.
2.
Dalam hal lelang SBI menggunakan
metode variable rate tender, maka
imbalan SBI Syariah ditetapkan sama dengan dengan rata-rata tertimbang tingkat
diskonto hasil lelang SBI.
2.12
Tingkat Bonus SWBI dan SBIS
Tingkat bonus yang disajikan pada Tabel 1 adalah
bonus SWBI pada tahun 2007. Alasannya karena tahun 2007 merupakan tahun
terakhir penggunaan akad wadiah.
Sebagai pembanding untuk melihat apakah ada peningkatan bonus dari tahun ke
tahun, maka disajikan tingkatan bonus SWBI pada tahun 2006.
Tingkat imbalan SBIS disajikan pada Tabel 2, dimana
periode yang digunakan adalah imbalan SBIS pada tahun 2011 dengan menggunakan
prinsip ju’alah.
Tabel 1. Hasil
Lelang dan Tingkat Bonus SWBI tahun 2006 dan 2007
|
|||
Nilai
nominal menurut jangka waktu
|
31 Des 2007
(Rp Juta)
|
31 Des 2006
(Rp Juta)
|
|
7 hari
|
1.663.000
|
1.694.900
|
|
14 hari
|
636.000
|
422.000
|
|
28 hari
|
299.500
|
240.000
|
|
Total
|
2.598.500
|
2.356.900
|
|
|
|
|
|
Kisaran
tingkat bonus penitipan SWBI
berdasarkan :
|
|
|
|
- Pasar Uang Antar Bank Syariah
|
3,70686 % - 11,55717 %
|
3,52878 % - 15,39512 %
|
|
- Deposito Investasi Mudharabah
Antar Bank (IMA)
|
6,78073 % - 8,06887 %
|
7,42914 % - 8,26157 %
|
|
Sumber :
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2007
|
|||
Tabel
2. Tingkat Imbalan SBIS Tahun 2011
|
|||
Tanggal
Lelang SBIS
|
Tingkat Imbalan SBIS
|
||
8 Desember 2011
|
5,03858 %
|
||
10 November 2011
|
5,22412 %
|
||
12 Oktober 2011
|
5,76845 %
|
||
8 September 2011
|
6,28206 %
|
||
10 Agustus 2011
|
6,77557 %
|
||
13 Juli 2011
|
7,27563 %
|
||
9 Juni 2011
|
7,36317 %
|
||
12 Mei 2011
|
7,36011 %
|
||
13 April 2011
|
7,17517 %
|
||
9 Maret 2011
|
6,71887 %
|
||
9 Februari 2011
|
6,70542 %
|
||
12 Januari 2011
|
6,08058 %
|
||
Sumber :
Hasil Lelang SBI dan SBIS Tahun 2011
|
|||
Berdasarkan data di atas, tingkat bonus SWBI dari
tahun 2006 mengalami penurunan pada tahun 2007, baik itu tingkat bonus
berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah, mapun tingkat bonus berdasarkan
Deposito Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA). Akan tetapi, tingkat bonus pada
tahun 2007 masih cukup besar yaitu berkisar antara 3,70686% - 11,55717%
(rata-rata 7,632015%) berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah dan 6,78073% -
8,06887% (rata-rata 7,4248%) berdasarkan IMA.
Persentase bonus SWBI kisarannya cukup besar jika
dibandingkan dengan tingkat imbalan SBIS pada tahun 2011. Rata-rata tingkat
imbalan yang diperoleh SBIS pada tahun 2011 adalah 6,48064%. Meskipun
persentase imbalan ini cukup besar, akan tetapi persentase bonus SWBI jauh
lebih besar dimana maksimum tingkat bonusnya dapat mencapai 11.5571%.
Jadi, apabila tingkat bonus SWBI dibandingkan
dengan tingkat imbalan SBIS, maka tingkat bonus SWBI lebih besar dibandingkan
dengan tingkat imbalan SBIS. Selain itu, bonus sudah pasti diterima oleh
perbankan syariah yang telah memiliki Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Akan
tetapi, imbalan belum pasti didapatkan oleh perbankan syariah kecuali perbankan
syariah tersebut sudah mencapai target atau tujuan yang ditentukan oleh Bank
Indonesia.
2.13
Inflasi pada Tahun 2007 dan 2011
Tingkat inflasi yang terjadi pada
tahun 2007 dan 2011 bersifat fluktuatif. Rata-rata tingkat inflasi yang terjadi
pada tahun 2007 adalah 6,40%. Sedangkan rata-rata tingkat inflasi yang terjadi
pada tahun 2011 adalah 4,27%.
Gambar 1: Tingkat Inflasi Tahun 2007
Gambar 2: Tingkat Inflasi Tahun 2011
Pada tahun 2007, hasil lelang
SBIS sebesar Rp 2.598.500 juta dengan tingkat inflasi sebesar 6,40%.
Maka, nilai uang Rp 2.598.500 juta pada tahun 2011 dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Future Value.
FV = Po (1+i)n
= 2.598.500 juta (1+6,40%)4
= 3.330.345 Juta
Keterangan:
FV = Nilai Pada Masa Yang Akan Datang
Po = Nilai Pada Saat Ini
i = Tingkat
Inflasi
n = Jangka
Waktu
Besarnya kewajiban Bank Indonesia terhadap
perbankan syariah atas Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada tahun 2011 adalah
sebesar Rp 3.476.000 juta (Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011,
2012). Sedangkan besarnya kewajiban Bank Indonesia atas Sertifikat Bank
Indonesia Syariah pada tahun 2007 setelah di-future
value kan ke tahun 2011 adalah sebesar Rp 3.330.345 juta.
Tabel 3. Perbandingan return SWBI dengan SBIS
|
||
|
SWBI
|
SBIS
|
Nominal (dalam juta)
|
3.330.345
|
3.476.000
|
Persentase imbalan
|
-
|
6,48064%
|
Persentase bonus
berdasarkan
Pasar Uang Antar Bank Syariah
|
7,632015%
|
-
|
Persentase bonus berdasarkan
IMA
|
7,4248%
|
-
|
Return (dalam juta)
|
|
225.267,0463
|
- Persentase bonus berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah
|
254.172,2534
|
-
|
- Persentase bonus berdasarkan IMA
|
247.271,4556
|
-
|
Sumber: Melva Vicensia Gulo - Universitas
Negeri Surabaya
|
Dari hasil perhitungan di atas,
maka tingkat return SWBI pada tahun
2007 dengan kondisi tingkat inflasi yang sama di tahun 2011 (4,27%) nilainya
lebih besar dibandingkan return SBIS
(dalam kondisi inflasi tahun 2011),
baik itu perhitungan bonus berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah maupun
berdasarkan IMA.
Perhitungan tingkat bonus SWBI
tahun 2007 dan imbalan SBIS 2011 dengan kondisi inflasi yang sama pada tahun
2011 nilainya tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwasannya penerapan akad wadiah cukup baik pada Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia meskipun tingkat bonus yang didapat bersifat fluktuatif
tergantung pada kemampuan anggaran Bank Indonesia, namun nilai plus-nya adalah bonus secara
terus-menerus diterima oleh perbankan syariah yang bersangkutan. Hal ini jauh
lebih menguntungkan daripada pengimplementasian akad ju’alah yang notabene tingkat imbalan yang diterima lebih rendah
dan pemberian imbalannya pun tidak diterima secara rutin, tergantung dari
kinerja perbankan syariah yang bersangkutan dalam mencapai target yang telah
ditentukan Bank Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan :
1.
Pasar uang atau money market merupakan pertemuan demand dan supply
dana jangka pendek. Dalam pasar uang, valuta asing diperlukan untuk membayar
kegiatan ekspor impor, dan hutang luar negeri. Pasar uang adalah pasar untuk
pemberian pinjaman-pinjaman jangka pendek (kurang dari satu tahun).
2.
Pasar uang Islam adalah bagian integral dari
fungsi sistem perbankan Islam, pertama, dalam memberikan lembaga keuangan
syariah dengan fasilitas pendanaan dan menyesuaikan portofolio dalam jangka
pendek, dan kedua,
melayani sebagai saluran untuk transmisi kebijakan moneter.
3.
Akad yang digunakan dalam sistem
perbankan syariah merupakan komitmen/perjanjian yang menyatu dengan nilai-nilai
syariah.
4.
Setiap produk dan instrumen
keuangan dalam perbankan syariah wajib menggunakan akad berdasarkan prinsip
syariah. Salah satunya Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang pada mulanya
menggunakan akad wadiah, yang
kemudian akadnya diubah menjadi ju’alah.
5.
Sejak dikeluarkannya Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008, maka Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
resmi diubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan
menggunakan akad ju’alah. Karakteristik
SBIS berbeda dengan SWBI. Jangka waktu SBIS adalah paling kurang 1 bulan dan
paling lama 12 bulan (1 tahun).
6.
Return yang
diperoleh ketika menggunakan akad wadiah jauh
lebih besar dibandingkan return pada saat menggunakan akad ju’alah.
Daftar Pustaka
Al-Sayed, Ola Money Market Instruments in Conventional and
Islamic Banks, European
International Journal of Science and Humanities, Vol.1 No.3 February.
Arifin, Zainul. 2005 Dasar-Dasar Manajeman Bank
Syari‘ah, Jakarta: Pustaka Alvabet.III
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada
.2005. Strategi Pengembangan
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta: Pusat pendidikan dan studi
kebanksentralan Bank Indonesia
EL-DIN, Seif I. TAG, Capital and Money Markets of Muslims: The
Emerging Experience in Theory and
Practice, Kyoto Bulletin of Islamic Area
Studies, 1-2 (2007), hlm 55 lihat di http://www.asafas.kyoto-u.ac.jp/ diakses pada tanggal 9 Januari 2016
Hafasnudin, Rancang
Bangun Pasar Finansial Syariah, Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol. 1, No. 2. Juli 2008 Hlm.156
Lucket,
Dudley G. 1981. edisi ke 2, Uang dan
Perbankan, Jakarta: Erlangga
Melva Vicensia Gulo - Universitas Negeri Surabaya
Muhammad,
2002. Manajemen
Bank Syari’ah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN
Yushita, Amanita Novi Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Handout Jurusan Pendidikan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Ma‘aji, Muhammad M dkk., Performance of Asset and Commodity-Based Securities in Malaysia’s Islamic Inter-Bank Mone y
Market, Journal of Islamic Banking and
Finance December 2014, Vol. 2, No. 2, pp. 01-13
Sani Gandhi Anwar and Imam
Wahyudi, Interdependence between Islamic
capital market and money market: Evidence from Indonesia, Borsa Istanbul Review, Volume 14,
Issue 1, March 2014, hlm. 2, lihat di http://www.sciencedirect.com/ diakses pada tanggal 9 Januari 2016
Soemitro, Andri, 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, cet.
II, Jakarta: Kencana
Wiroso. 2005. Penghimpun Dana dan Distribusi Hasil Usaha
Bank Syariah. Jakarta: PT Grasindo
Fatwa DSN
MUI NO: 36 /DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi‘ah Bank Indonesia (SWBI)
Fatwa DSN
MUI NO: 37/DSN-MUI/X/2002 Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari‘ah
Fatwa DSN MUI NO: 38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (Sertifikat IMA)
Fatwa DSN
MUI NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 Akad Ju‘alah
Fatwa DSN
MUI NO: 63/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Fatwa DSN
MUI NO: 64/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju‘alah (SBIS
Ju‘alah)
Fatwa DSN
MUI NO: 78/DSN-MUI/IX/2010 Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor:
6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Peraturan Bank Indonesia
Nomor:10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2007
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011
- Melva Vicensia Gulo - Universitas Negeri Surabaya
Oleh: Yusran Juni