Laman

26 April, 2017

Pasar Uang
Akad Wadiah dan Jua’alah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah
   
MAKALAH
Untuk Melengkapi Tugas Lembaga Keuangan Dan Perbankan Islam


Oleh
Juni Yusran
1401104010032


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH

2017


BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Pemicu utama kebangkrutan yang dialami oleh bank, baik yang besar maupun yang kecil, pada dasarnya bukanlah karena kerugian yang dideritanya, melainkan karena lebih kepada ketidakmampuan bank tersebut untuk memenuhi likuiditasnya (Muhammad, 2002:112). Untuk mengatasi hal tersebut, Pasar uang (money market) adalah dimana di dalamnya diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek.
Pasar uang (maney market) adalah pasar yang terdiri dari lembaga lembaga keuangan dan pedagang-pedagang uang dan kredit jangka pendek yang mempunyai uang yang akan dipinjamkan atau ingin meminjam uang; pertemuan antara permintaan dan penawaran dana jangka pendek (Lihat: Kamaruddin, 2007). Pengertian jangka pendek secara konvensional ditafsirkan dalam kurun waktu satu tahun atau kurang dari satu tahun (Lihat: Sunariyah, 2003:11). Wujud pasar finansial berupa institusi dimana individu atau unit organisasi yang surplus finansialnya atau dana jangka pendeknya beriteraksi dengan para debitur yang memerlukan atau kekurangan dana yang sifatnya juga jangka pendek. Dewasa ini, pertemuan antara kreditor dengan debitor jangka pendek dapat berlangsung dalam suatu sistem yang super canggih. Unit perusahaan yang mensuplai dana jangka pendek pada pasar finansial biasanya bank komersial atau institusi non keuangan yang mempunyai kelebihan dana (Hafasnudin, 2008:156).
Di dalam pasar uang, salah satu instrumennya adalah Sertifikat Bank Indonesia. Guna Sertifikat Bank Indonesia ini adalah sebagai pengendali moneter pada bank-bank (konvensional dan syariah). Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan sertifikat  yang  diterbitkan  oleh  Bank  Indonesia  dengan  jangka  waktu  paling kurang 1 bulan dan        paling   lama 12 bulan dalam mata uang rupiah serta menggunakan      prinsip  syariah. Tujuan diterbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah  adalah  untuk  meningkatkan  efektifitas  pengendalian  moneter  melalui operasi pasar terbuka.
BAB II
ISI
2.1         Pengertian Pasar Uang Konvensional
Pasar uang atau money market merupakan pertemuan demand dan supply dana jangka pendek. Dalam pasar uang, valuta asing diperlukan untuk membayar kegiatan ekspor impor, dan hutang luar negeri. Pasar uang adalah pasar untuk pemberian pinjaman-pinjaman jangka pendek (kurang dari satu tahun). Pasar uang digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk membeli dan mengirimkan barang-barang persediaan (inventory), dan oleh perusahaan-perusahaan yang membantu membiayai jual-beli secara kredit untuk membiayai kredit konsumen, oleh bank-bank untuk membiayai kekurangan-kekurangan cadangan sementara dan oleh pemerintah-pemerintah untuk menembatani jurang antara penerimaan-penerimaan pajak dan pembelanjaan-pembelanjaan. Pasar uang bukanlah sebuah tempat (seperti saham) tetapi suatu kegiatan (Dudley, 1981:158-160).
Kebutuhan akan adanya pasar uang dilatar belakangi adanya kebutuhan pengusaha untuk mendapatkan sejumlah dana dalam jangka pendek atau sifatnya harus segera dipenuhi. Pasar uang bersama pasar modal sering kali diartikan sama, padahal kedua jenis pasar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.
Pasar uang (money market) adalah pasar di mana di dalamnya diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek (Zainul, 2005:169). Pasar uang (money market) merupakan pasar yang menyediakan sarana pengalokasian dan pinjaman dana jangka pendek. Jangka waktu surat berharga yang diperjualbelikan biasanya kurang dari satu tahun. Karena itu pasar uang merupakan pasar likuiditas primer. Pelaku utama dalam pasar uang (Amanita, 182):
1.             Lembaga-lembaga keuangan, misalnya: bank, dana pensiun dan perusahaan asuransi.
2.             Perusahaan-perusahaan besar, misalnya: perusahaan yang sudah go public menerbitkan commercial paper.
3.             Lembaga-lembaga pemerintah, misalnya: Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
4.             Individu-individu, misalnya: rumah tangga membeli Sertifikat Bank Indonesia.
Pasar uang pada prinsipnya merupakan sarana alternatif bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non keuangan, dan peserta-peserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya. Pasar uang secara tidak langsung juga sebagai sarana pengendali moneter yang dilakukan oleh penguasa moneter dalam melaksanakan operasi pasar terbuka. Pelaksanaan operasi pasar terbuka di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia yaitu dengan menggunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). SBI sebagai piranti operasi pasar terbuka digunakan untuk tujuan kontraksi moneter yaitu untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sedangkan SBPU berfungsi sebagai piranti ekspansi moneter yaitu menambah jumlah uang yang beredar. Dalam sistem perekonomian pasar uang juga dibutuhkan karena banyaknya perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai antara inflows dan outflows. Oleh karena itu pasar uang juga berfungsi untuk menjembatani adanya kesenjangan antara penerimaan dan pengeluaran dana. Bagi para investor, pasar uang terutama untuk mencari keamanan dan likuiditas di samping peluang untuk memperoleh pendapatan bunga (Amanita, 182-183).
2.2         Pengertian Pasar Uang Syariah
Muhammad (2014:3) menyatakan pasar uang adalah tambahan kunci dari sistem perbankan, pasar uang adalah di mana media dan instrumen jangka pendek yang diperdagangkan adalah berbeda dari utang dan pasar modal, yang berkaitan investasi jangka panjang. Bank tergantung pada pasar uang untuk mengelola likuiditas mereka. Sementara manajemen likuiditas bukan satu-satunya penggunaan pasar uang untuk bank, itu adalah yang paling penting (Lihat: Onal, 2013). Pasar uang sekuritas didominasi, dengan pengecualian dari Amerika Serikat, dana sedang disalurkan melalui penggunaan surat berharga jangka pendek seperti treasury bills dan surat berharga, sebagian besar pasar uang, termasuk Malaysia yang didominasi perbankan (Lihat: Bacha, 2008). Pasar uang memiliki keterkaitan dengan kedua pasar modal dan perbankan; telah menjadi jalan yang ideal bagi bank sentral untuk melakukan operasi moneter. Sebagai hasil dari hubungan ini, setiap perubahan dalam kebijakan moneter dari sebuah perusahaan akan selalu merasa di pasar uang. Ini adalah tingkat pendek bunga/yield, yang berasal dari perdagangan pasar uang yang pertama merespon implementasi kebijakan bank sentral. Sebuah pasar antar bank yang berfungsi dengan baik akan memberikan alokasi yang diinginkan dari cadangan bank dalam sistem perbankan di tingkat diputuskan oleh bank sentral (Lihat: Onal, 2013).
Muhammad (2014:4), peningkatan jumlah instrumen pasar uang di pasar uang syariah meningkat eksposur bank Islam untuk berbagai risiko seperti likuiditas, dan risiko kredit (Lihat: Ridzwan et al., 2006). Pasar uang Islam adalah bagian integral dari fungsi sistem perbankan Islam, pertama, dalam memberikan lembaga keuangan syariah dengan fasilitas pendanaan dan menyesuaikan portofolio dalam jangka pendek, dan kedua, melayani sebagai saluran untuk transmisi kebijakan moneter. Instrumen keuangan dan investasi antar bank akan memungkinkan bank surplus untuk menyalurkan dana ke bank defisit, dengan demikian mempertahankan mekanisme pendanaan dan likuiditas yang diperlukan untuk mempromosikan stabilitas sistem (IIMM, 2014).
2.3         Sejarah Pasar Uang Syariah
Gandhi dan Imam (2014:3) mengatakan aktor utama di pasar uang adalah bank, di mana mereka dapat bertindak sebagai penerbit instrumen keuangan, pembeli atau penjual. Sebelum tahun 1992, hanya bank konvensional ada di industri perbankan Indonesia. Tapi sejak tahun 1992, bank-bank Islam telah muncul ke dalam sistem perbankan Indonesia dan rezim sistem moneter ganda mulai berlaku. Tidak seperti bank konvensional, ide dasar bank syariah adalah untuk menghapuskan sistem bunga dan menerapkan sistem bagi hasil-rugi. Dalam sistem bagi hasil-loss, return dihitung berdasarkan pendapatan riil dari klien. Dalam sistem ini, pertumbuhan uang beredar dalam perekonomian harus mengikuti pertumbuhan output terjadi. Dengan demikian, di daerah di mana aktor dominan adalah bank syariah, diharapkan pasar uang harus memiliki kinerja yang independen atas pergerakan suku bunga pasar. Sistem moneter ganda menyiratkan bahwa Bank Indonesia sebagai regulator yang bertanggung jawab untuk mengelola kebijakan moneter ganda; kebijakan konvensional moneter melalui Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan kebijakan moneter Islam melalui Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), sekaligus (Lihat: Ascarya, 2012).
2.4         Karakteristik Pasar Uang
Karakteristik pasar uang yaitu (Amanita, 183):
1.             Menyediakan fasilitas atau jaringan transaksi jual beli aset finansial.
2.             Memepertemukan pihak yang memiliki surplus dana dengan pihak yang mengalami defisit.
3.             Transaki dalam pasar uang sebagian bersifat jangka pendek.
4.             Pasar uang juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dana jangka pendek perusahaan, lembaga keuangan, dan pemerintah, mulai dari overnight sampai dengan jangka waktu jatuh tempo satu tahun.
5.             Pada waktu yang sama pasar uang menyediakan outlet investasi bagi pihak surplus dana jangka pendek yang ingin memperoleh pendapatan atas dana yang belum terpakai.
Selain memiliki 'kurang dari satu tahun jatuh tempo' instrumen pasar uang memiliki tiga karakteristik umum: (1) bahwa mereka biasanya dijual dalam denominasi yang sangat besar hampir tidak dapat diakses oleh rumah tangga dan usaha kecil; (2) bahwa mereka biasanya memiliki risiko gagal bayar yang rendah dan (3) bahwa mereka memiliki pasar sekunder yang sangat aktif dan likuid. Menjadi pasar grosir dengan transaksi besar, biasanya lebih dari $ 1 juta, pasar uang modern lebih cocok untuk broker dan dealer dalam kamar perdagangan bank-bank besar dan rumah-rumah broker atau melalui jaringan elektronik yang kompleks, daripada investor skala kecil dan individu. Risiko rendah terkait dengan pasar uang ini terutama disebabkan tingkat investasi yang relatif rendah pengembalian dibandingkan dengan tingkat pasar modal. Pembeli surat berharga pasar uang (peminjam) tidak terutama tertarik dengan prospek pengembalian yang tinggi. Sebaliknya, itu adalah daya tarik menemukan pengganti yang baik untuk memegang uang tunai menganggur untuk jangka waktu yang singkat yang membuat efek pasar uang 'sangat menarik bagi pembeli. Ketika penggunaan produktif bagi surplus kas masih dalam proses untuk bekerja, membayar investor ke gudang kas surplus mereka sementara pada instrumen pasar uang sampai penggunaan produktif dimulai.
Pasar uang karena itu sama-sama penting bagi ekonomi Islam, tidak sedikit untuk mengendalikan dan mengatur pasokan uang dalam perekonomian. Masalah ahli hukum utama dengan instrumen uang konvensional berkaitan dengan struktur berbasis utang pra-dominan mereka. Meskipun demikian, kebangkitan baru-baru di obligasi syariah jangka pendek (sukuk atau sertifikat), tampaknya telah mengisi kesenjangan yang signifikan di pasar keuangan Islam berkembang. Bank sentral Islam - seperti di Sudan, Pakistan dan Malaysia - juga telah mengembangkan instrumen pasar uang yang sah atas dasar musharakah untuk membantu mengatur uang beredar dalam perekonomian. Sementara sangat relevan untuk urusan pasar uang jangka pendek, sukuk masih dapat melakukan fungsi instrumen pasar modal, tergantung pada kematangan sakk atau sertifikat. Menurut (Akuntansi dan Audit Organisasi Lembaga Keuangan Islam) AAOIFI ini standar syariah, sukuk investasi termasuk sukuk kepemilikan aset yang disewakan, kepemilikan layanan, murabahah, salam, istishna ', mudarabah, musharakah, badan investasi, dan bagi hasil, irigasi dan kemitraan pertanian (Seif, 2007:55).
2.5         Instrumen Pasar Uang Konvensional
Instrumen atau surat-surat berharga yang diperjualbelikan di pasar uang ada beberapa macam, yaitu (Amanita, 184-186):
1.              Treasury Bills
Treasury Bills (T-Bills), merupakan instrumen hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Sentral (di Amerika Serikat ) atas tunjuk dengan jumlah tertentu yang akan dibayarkan kepada pemegang pada tanggal yang telah ditetapkan. T-Bills tidak memberikan bunga secara langsung tetapi dijual atas dasar diskonto, dengan jumlah diskonto ditetapkan melalui proses pelelangan.
2.              Commercial Paper
Commercial Paper (CP) merupakan promes yang tidak disertai dengan jaminan, yang diterbitkan oleh perusahaan / bank untuk mendapatkan dana jangka pendek. CP dijual kepada investor dalam pasar uang. Dengan demikian CP pada dasarnya merupakan promes di mana penerbit berjanji akan membayar sejumlah tertentu uang pada saat CP jatuh tempo. Jangka waktu CP ini berkisar mulai dari beberapa hari samapi 270 hari. Penjualan CP pada umumnya dengan sistem diskonto, namun beberapa di antaranya menggunakan bunga.
3.              Negotiable Certificate of Deposit
Negotiable Certificate of Deposit (CD) atau sertifikat deposito merupakan instrumen yang diterbitkan oleh suatu bank atas unjuk dan dinyatakan dalam suatu jumlah, jangka waktu dan tingkat bunga tertentu. Sertifikat deposito diterbitkan oleh bank-bank umum atas dasar diskonto dengan nilai nominal sekurang-kurangnya Rp. 1 juta dan jangka waktu 30 hari sampai dengan 1 tahun. Pencairan sertifikat deposito dapat dilakukan setelah tanggal jatuh tempo, tetapi apabila pemegang instrumen tersebut membutuhkan dana sebelum jatuh tempo maka mereka dapat menjualnya kepada lembaga keuangan atau kepada investor lainnya. Di samping itu, deposito berjangka selalu diterbitkan dengan atas nama sementara CD atas unjuk.
4.              Banker‘s Acceptance
Banker‘s Acceptance (BA) merupakan wesel bank yang ditarik oleh seorang eksportir atau importir atas suatu bank untuk membayar sejumlah barang atau untuk membeli valuta asing yang diberi tanda ―accepted‖ apabila bank menyetujui wesel tersebut, dan dapat diperjualbelikan di pasar uang sebagai salah satu sumber pendanaan jangka pendek. BA merupakan instrumen jangka pendek yang dapat dipindahtangankan. BA pada dasarnya memberikan alternatif untuk mendapatkan kredit pada saat barang-barang yang diekspor dikapalkan untuk segera dikirimkan ke luar negeri. BA pada umumnya digunakan pada proses L/C dalam perdagangan luar negeri. Jangka waktu jatuh tempo BA berkisar antara 30 hari sampai 180 hari.
5.              Bill of Exchange
Bill of exchange atau wesel adalah suatu perintah tertulis tak bersyarat yang ditujukan oleh seseorang kepada pihak lainnya untuk membayar sejumlah uang pada saat diperlihatkan atau pada tanggal tertentu kepada penarik atau order atau pembawa. Jangka waktu jatuh tempo wesel ini umumnya berkisar 6 hari sampai 180 hari.
6.              Repurchase Agreement (Repo)
Repo merupakan transaksi jual beli surat berharga disertai dengan perjanjian bahwa penjual akan membeli kembali surat-surat berharga yang telah dijual tersebut pada tanggal dan dengan harga yang telah ditetapkan lebih dahulu. Surat berharga yang diperjualbelikan secara diskonto. misalnya SBI, SPBU, CD dan T-Bills.
7.              Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
SBI pada dasarnya merupakan surat berharga atas unjuk dalam satuan uang Rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka pendek. SBI sebagai piranti operasi pasar terbuka digunakan untuk mengendalikan moneter untuk mengendalikan moneter melalui lelang harian. Tujuan bank dan lembaga keuangan lainnya membeli SBI adalah sebagai alternatif kelebihan dananya untuk memeperoleh pendapatan, dan apabila memerlukan dana maka SBI dapat dijual kepada lembaga lain atau Bank Indonesia.
8.              Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
SBPU adalah surat-surat berharga berjangka pendek yang dapat diperjual belikan secara diskonto dengan Bank Indonesia atau lembaga diskonto yang ditunjuk oleh BI. SBPU berfungsi sebagi piranti pasar uang dan juga merupakan instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka ekspansi moneter oleh Bank Indonesia denagn menetapkan tingkat diskonto SBPU.
9.              Call Money
Call Money merupakan salah satu sarana penting untuk mendorong pengembangan pasar uang. Pasar uang antarbank pada dasarnya adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya untuk jangka waktu pendek.

2.6         Instrumen Pasar Uang Syariah
Ola Al-Sayed (2015), pelaksanaan Operasi Moneter Syariah (OMS) adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan Operasi pasar Terbuka (OPT) dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Adapun jenis-jenis instrumen pasar uang yang ditawarkan dalam pasar uang syariah di Indonesia adalah;
1)             Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
2)             Repurchase Agreement (Repo) SBIS
Adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing).
3)             Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
4)             Repurchase Agrement (Repo) SBSN
Adalah transaksi penjualan SBSN oleh bank kepada Bank Indonesia dengan janji pembelian kembali sesuai dengan hargaa dan jangka waktu yang disepakati dalam rangka standing facilities syariah.
5)             Instrumen Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Adalah kegiatan transaksi keuangan jangka waktu pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.
6)             Surat Berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan
Adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia, dan sewaktu—waktu dengan mudah dapat dijual ke pasar untuk dijadikan uang tunai.
2.7         Regulasi Hukum Pasar Uang Syariah di Indonesia
Bank Indonesia, sebagai bank sentral di Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang sehat, meningkatkan ketersediaan informasi bagi pelaku pasar, serta meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Instrumen konvensional yang diterbitkan antara lain penggunaan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Pasar Uang Antarbank (PUAB), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU), penetapan Jakarta Offered Rate (JIBOR), penyelesaian transaksi secara otomatis tanpa menggunakan kertas, yaitu pada tahun 1999 diterapkan sistem pembayaran transaksi secara on-line antarbank dan Bank Indonesia (BI-Line) dan diperkenalkan pula Bank Indonesia Real Time Gross Settlement System (System BI-RTGS).
Dalam rangka memenuhi tujuan untuk mencapai dan memelihara kesetabilan nilai rupiah, BI memiliki tugas menetapkan dan melaksanakana kebijakan moneter. Dalam rangka hal tersebut, BI melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 ayat (2) UU no. 23 tahun 1999 tentang BI sebagaimana telah diubah dengan PP Pengganti UU no 2 tahun 2008. Dalam rangka hal tersebut BI melakukan (Andri, 2010:211-214):
1.             Operasi Moneter Syari‘ah (OMS)
Operasi Moneter Syari‘ah (OMS) adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh BI dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
2.             Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi Pasar Terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh BI dengan bank dan pihak lain dalam rangka OMS. OPT dilaksanakan secara berkala namun dalam hal diperlukan, OPT Syariah dapat dilakukan sewaktu-waktu antara lain dalam bentuk Fine Tune Operation (FTO). OPT Syariah dilakukan melalui mekanisme lelang dan atau nonlelang.
3.             Standing Facilities
Standing facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh BI kepada bank dalam rangka OMS. Standing facilities Syariah dilakukan melalui mekanisme nonlelang
2.8         Fatwa DSN MUI tentang Pasar Uang Syariah
1.             Fatwa DSN MUI NO: 36 /DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi‘ah Bank Indonesia (SWBI)
2.             Fatwa  DSN  MUI  NO:  37/DSN-MUI/X/2002  Pasar  Uang  Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari‘ah
3.             Fatwa DSN MUI NO: 38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
4.             Fatwa DSN MUI NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 Akad Ju‘alah
5.             Fatwa DSN MUI NO: 63/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
6.             Fatwa DSN MUI NO: 64/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju‘alah (SBIS Ju‘alah)
7.             Fatwa DSN MUI NO: 78/DSN-MUI/IX/2010 Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
2.9         Akad Wadiah dan Jua’alah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Akad yang digunakan dalam sistem perbankan syariah merupakan komitmen/perjanjian yang menyatu dengan nilai-nilai syariah. Akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan sesuatu hal, baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah dan gadai (Ascarya, 2007).
Akad atau transaksi yang digunakan dalam perbankan syariah umumnya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan realisasi dari prinsip tolong-menolong. Keuntungan yang didapat oleh perbankan syariah berasal dari kontrak pertukaran dan sistem bagi hasil (profit loss sharing) berdasarkan perjanjian atau akad yang telah disepakati bersama (Pusat pendidikan dan studi kebanksentralan Bank Indonesia, 2005).
Setiap produk dan instrumen keuangan dalam perbankan syariah wajib menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Salah satunya Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang pada mulanya menggunakan akad wadiah, yang kemudian akadnya diubah menjadi ju’alah.
A.           Akad Wadiah
Secara umum, akad wadiah merupakan titipan murni dari pihak penitip yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpan yang diberi amanah atau kepercayaan. Pihak penyimpan barang/aset ini harus menjaga kondisi barang/aset yang dititipkan kepadanya dan pihak penyimpan dapat sewaktu-waktu mengambil barang yang telah dititipinya tersebut. Akad wadiah dalam perbankan syariah dibedakan  menjadi  dua  jenis,  yaitu  Wadi’ah  yad  Amanah  dan  Wadia’ah  yad Dhamanah.
Dalam akad Wadi’ah yad Amanah, penitip menitipkan barang/asetnya, baik yang berupa uang, barang, dokumen, dan surat berharga lainnya kepada pihak penyimpan, dimana biaya penitipan dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas tanggungjawab pemeliharaan. Pihak penyimpan tidak diharuskan bertanggungjawab apabila terjadi kerusakan atau kehilangan atas barang yang dititipkan kepadanya dengan catatan bukan terjadi akibat kelalaian penyimpan. Penyimpan juga tidak boleh memanfaatkan barang yang telah dititipi tersebut serta mencampuradukkannya dengan barang lainnya. Tanggungjawab penyimpan adalah menjaga dengan baik kondisi barang yang telah dititipkan kepadanya.
Akad  Wadia’ah  yad  Dhamanah  berbeda  dengan  akad  Wadi’ah  yad Amanah. Pada akad ini, pihak penyimpan bertanggungjawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang/aset titipan. Karena itu, penyimpan harus menjaga kondisi barang yang telah dititipkan kepadanya dengan baik. Selain itu, pihak penyimpan boleh mempergunakan barang/aset yang dititipkan tersebut dengan catatan pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang telah dititipkan kepadanya secara utuh pada saat penitip menghendaki barangnya. Penyimpan juga diperkenankan mencampurkan barang penitip dengan barang penitip lainnya. Pihak penyimpan berhak atas keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan dari barang yang dititipkan kepadanya dan segala resiko yang terjadi juga akan menjadi tanggungjawabnya. Selain itu, penyimpan diperkenankan untuk memberikan bonus secara sukarela kepada pihak penitip tanpa ada perjanjian atau kesepakatan berapa rupiah yang akan diberikan (Wiroso, 2005). Produk dari jenis akad wadiah ini adalah Giro Wadiah dan Tabungan Wadiah.
B.            Akad Jualah
Seperti yang telah dikemukakan di atas, imbalan yang diterima ketika mengimplementasikan akad ju’alah akan diberikan ketika pihak yang melaksanakan ju’alah dapat menyelesaikan tugas yang telah dipercayakan kepadanya dengan indikator hasil yang dicapainya atas pekerjaan tersebut terpenuhi.
Karakteristik akad ju’alah antara lain :
1.             Pada Ju’alah upah atau hadiah yang dijanjikan, hanyalah diterima orang yang menyatakan sanggup mewujudkan apa yang menjadi obyek pekerjaan tersebut, jika pekerjaan itu telah mewujudkan hasil dengan sempurna.
2.             Pada Ju’alah terdapat unsur gharar, yaitu penipuan (spekulasi) atau untung-untungan karena di dalamnya terdapat ketidaktegasan dari segi batas waktu penyelesaian pekerjaan atau cara dan bentuk pekerjaannya. Dengan kata lain, yang dipentingkan dalam akad ini adalah keberhasilan pekerjaan bukan batas waktu atau cara mengerjakannya.
3.             Pada Ju’alah tidak dibenarkan memberikan upah atau hadiah sebelum pekerjaan dilaksanakan dan mewujudkannya.
4.             Tindakan hukum yang dilakukan dalam Ju’alah bersifat sukarela, sehingga apa yang dijanjikan boleh saja dibatalkan, selama pekerjaan belum dimulai, tanpa menimbulkan akibat hukum.
5.             Ruang lingkup penggunaan akad ju’alah bersifat sempit.

2.10     Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah surat berharga yang berbentuk sertifikat. SWBI ini dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana oleh perbankan syariah yang bersifat jangka pendek. Perjanjian SWBI ini dilakukan oleh pihak Bank Indonesia dengan perbankan syariah serta tidak dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Jangka waktu jatuh tempo penitipan SWBI berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/7/PBI/2004 adalah 7 hari, 14 hari atau 28 hari (jangka pendek). Dana yang dititipkan minimal bernilai Rp 500.000.000,00 dan diatas nilai tersebut dapat dititipkan dalam kelipatan Rp 50.000.000,00.
Kepemilikan SWBI berarti perbankan syariah telah menitipkan dananya kepada Bank Indonesia atau dengan kata lain Bank Indonesia memiliki utang kepada perbankan syariah tersebut. Dana yang telah dititipkan kepada Bank Indonesia dalam bentuk sertifikat tersebut akan disalurkan oleh Bank Indonesia kepada pihak yang membutuhkan dana. Tujuannya agar dana yang dititipkan tersebut dapat bermanfaat serta menghindari terjadinya dana menganggur (idle cash).
Penitipan dana yang dilakukan oleh perbankan syariah tidak dapat diambil kembali sebelum tanggal jatuh tempo. Keuntungan yang didapat oleh perbankan dari SWBI adalah bonus. Pemberian bonus ini dilakukan pada saat tanggal jatuh tempo, dimana besarnya bonus tersebut berdasarkan kewenangan Bank Indonesia. Jumlah bonus yang diberikan disesuaikan dengan kebijakan dan anggaran yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Apabila besarnya anggaran atas SWBI yang telah dianggarkan oleh Bank Indonesia tinggi, maka bonus yang diterima oleh perbankan syariah akan tinggi pula dan sebaliknya. Hal ini mengindikasikan bahwa bonus yang diterima oleh perbankan syariah jumlahnya fluktuatif, sehingga kemungkinan untuk mendapat return yang rendah ada. Selain itu, pemberian bonus juga dilatarbelakangi oleh kinerja perbankan syariah. Apabila kinerja perbankan syariah tersebut meningkat, maka ia akan mendapat bonus yang tinggi pula.

2.11     Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008, maka Sertifikat Wadiah Bank Indonesia resmi diubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan menggunakan akad ju’alah. Karakteristik SBIS berbeda dengan SWBI. Jangka waktu SBIS adalah paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan (1 tahun) dengan satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00. SBIS diterbitkan tanpa warkat (scripless), dapat dijadikan agunan kepada Bank Indonesia pada saat perbankan syariah ingin meminjam dana kepada Bank Indonesia. Sama halnya dengan SWBI, SBIS tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder (masyarakat). SBIS hanya dapat diperdagangkan antar perbankan syariah dengan Bank Indonesia.
Perbankan syariah yang telah memiliki SBIS menerima imbalan pada saat jatuh tempo dari Bank Indonesia dengan catatan perbankan syariah yang bersangkutan telah melakukan dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh Bank Indonesia. Apabila perbankan syariah yang bersangkutan tidak mampu mencapai tujuan yang diinginkan atau ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam hal pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah, maka perbankan syariah yang bersangkutan tidak akan menerima imbalan dari Bank Indonesia.
Kekurangan dari SBIS ini terletak pada pemberian imbalannya. Meskipun perbankan syariah telah melakukan hal yang telah diamanatkan oleh Bank Indonesia, akan tetapi apabila perbankan tersebut tidak dapat mencapai target atau tujuan yang ditentukan Bank Indonesia, maka perbankan tersebut tidak akan mendapat imbalan. Berbeda halnya dengan SWBI, meskipun perbankan syariah tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan, akan tetapi Bank Indonesia tetap memberikan bonus kepada perbankan syariah yang bersangkutan meskipun nilainya rendah.
Penetapan imbalan yang menggunakan akad ju’alah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini menggunakan dua cara penghitungan yaitu :
1.             Dalam hal lelang SBI menggunakan metode fixed rate tender, maka imbalan SBI Syariah ditetapkan sama dengan tingkat diskonto hasil lelang SBI.
2.             Dalam hal lelang SBI menggunakan metode variable rate tender, maka imbalan SBI Syariah ditetapkan sama dengan dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang SBI.
2.12     Tingkat Bonus SWBI dan SBIS
Tingkat bonus yang disajikan pada Tabel 1 adalah bonus SWBI pada tahun 2007. Alasannya karena tahun 2007 merupakan tahun terakhir penggunaan akad wadiah. Sebagai pembanding untuk melihat apakah ada peningkatan bonus dari tahun ke tahun, maka disajikan tingkatan bonus SWBI pada tahun 2006.
Tingkat imbalan SBIS disajikan pada Tabel 2, dimana periode yang digunakan adalah imbalan SBIS pada tahun 2011 dengan menggunakan prinsip ju’alah.
Tabel 1. Hasil Lelang dan Tingkat Bonus SWBI tahun 2006 dan 2007
Nilai nominal menurut jangka waktu
31 Des 2007
(Rp Juta)
31 Des 2006
(Rp Juta)
7 hari
1.663.000
1.694.900
14 hari
636.000
422.000
28 hari
299.500
240.000
Total
2.598.500
2.356.900



Kisaran tingkat bonus penitipan SWBI berdasarkan :


-   Pasar Uang Antar Bank Syariah
3,70686 % - 11,55717 %
3,52878 %  - 15,39512 %
-   Deposito Investasi Mudharabah
Antar Bank (IMA)
6,78073 % - 8,06887 %
7,42914 % - 8,26157 %
Sumber : Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2007
Tabel 2. Tingkat Imbalan SBIS Tahun 2011
Tanggal Lelang SBIS
Tingkat Imbalan SBIS
8 Desember 2011
5,03858 %
10 November 2011
5,22412 %
12 Oktober 2011
5,76845 %
8 September 2011
6,28206 %
10 Agustus 2011
6,77557 %
13 Juli 2011
7,27563 %
9 Juni 2011
7,36317 %
12 Mei 2011
7,36011 %
13 April 2011
7,17517 %
9 Maret 2011
6,71887 %
9 Februari 2011
6,70542 %
12 Januari 2011
6,08058 %
Sumber : Hasil Lelang SBI dan  SBIS Tahun 2011
Berdasarkan data di atas, tingkat bonus SWBI dari tahun 2006 mengalami penurunan pada tahun 2007, baik itu tingkat bonus berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah, mapun tingkat bonus berdasarkan Deposito Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA). Akan tetapi, tingkat bonus pada tahun 2007 masih cukup besar yaitu berkisar antara 3,70686% - 11,55717% (rata-rata 7,632015%) berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah dan 6,78073% - 8,06887% (rata-rata 7,4248%) berdasarkan IMA.
Persentase bonus SWBI kisarannya cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat imbalan SBIS pada tahun 2011. Rata-rata tingkat imbalan yang diperoleh SBIS pada tahun 2011 adalah 6,48064%. Meskipun persentase imbalan ini cukup besar, akan tetapi persentase bonus SWBI jauh lebih besar dimana maksimum tingkat bonusnya dapat mencapai 11.5571%.
Jadi, apabila tingkat bonus SWBI dibandingkan dengan tingkat imbalan SBIS, maka tingkat bonus SWBI lebih besar dibandingkan dengan tingkat imbalan SBIS. Selain itu, bonus sudah pasti diterima oleh perbankan syariah yang telah memiliki Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Akan tetapi, imbalan belum pasti didapatkan oleh perbankan syariah kecuali perbankan syariah tersebut sudah mencapai target atau tujuan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
2.13     Inflasi pada Tahun 2007 dan 2011
Tingkat inflasi yang terjadi pada tahun 2007 dan 2011 bersifat fluktuatif. Rata-rata tingkat inflasi yang terjadi pada tahun 2007 adalah 6,40%. Sedangkan rata-rata tingkat inflasi yang terjadi pada tahun 2011 adalah 4,27%.
Gambar 1: Tingkat Inflasi Tahun 2007
Gambar 2: Tingkat Inflasi Tahun 2011
Pada tahun 2007, hasil lelang SBIS sebesar Rp 2.598.500 juta dengan tingkat inflasi sebesar 6,40%. Maka, nilai uang Rp 2.598.500 juta pada tahun 2011 dapat dihitung dengan menggunakan rumus Future Value.

FV     = Po (1+i)n
= 2.598.500 juta (1+6,40%)4
= 3.330.345 Juta


Keterangan:
FV = Nilai Pada Masa Yang Akan Datang
Po = Nilai Pada Saat Ini
i   = Tingkat Inflasi
n  = Jangka Waktu

Besarnya kewajiban Bank Indonesia terhadap perbankan syariah atas Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 3.476.000 juta (Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011, 2012). Sedangkan besarnya kewajiban Bank Indonesia atas Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada tahun 2007 setelah di-future value kan ke tahun 2011 adalah sebesar Rp 3.330.345 juta.
Tabel 3. Perbandingan return SWBI dengan SBIS

SWBI
SBIS
Nominal (dalam juta)
3.330.345
3.476.000
Persentase imbalan
-
6,48064%
Persentase    bonus    berdasarkan
Pasar Uang Antar Bank Syariah
7,632015%
-
Persentase bonus berdasarkan IMA
7,4248%
-
Return (dalam juta)

225.267,0463
-   Persentase bonus berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah
254.172,2534
-
-   Persentase bonus berdasarkan IMA
247.271,4556
-
Sumber: Melva Vicensia Gulo - Universitas Negeri Surabaya
Dari hasil perhitungan di atas, maka tingkat return SWBI pada tahun 2007 dengan kondisi tingkat inflasi yang sama di tahun 2011 (4,27%) nilainya lebih besar dibandingkan return SBIS (dalam kondisi inflasi tahun 2011), baik itu perhitungan bonus berdasarkan Pasar Uang Antar Bank Syariah maupun berdasarkan IMA.
Perhitungan tingkat bonus SWBI tahun 2007 dan imbalan SBIS 2011 dengan kondisi inflasi yang sama pada tahun 2011 nilainya tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwasannya penerapan akad wadiah cukup baik pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia meskipun tingkat bonus yang didapat bersifat fluktuatif tergantung pada kemampuan anggaran Bank Indonesia, namun nilai plus-nya adalah bonus secara terus-menerus diterima oleh perbankan syariah yang bersangkutan. Hal ini jauh lebih menguntungkan daripada pengimplementasian akad ju’alah yang notabene tingkat imbalan yang diterima lebih rendah dan pemberian imbalannya pun tidak diterima secara rutin, tergantung dari kinerja perbankan syariah yang bersangkutan dalam mencapai target yang telah ditentukan Bank Indonesia.


BAB III
PENUTUP
3.1         Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1.             Pasar uang atau money market merupakan pertemuan demand dan supply dana jangka pendek. Dalam pasar uang, valuta asing diperlukan untuk membayar kegiatan ekspor impor, dan hutang luar negeri. Pasar uang adalah pasar untuk pemberian pinjaman-pinjaman jangka pendek (kurang dari satu tahun).
2.             Pasar uang Islam adalah bagian integral dari fungsi sistem perbankan Islam, pertama, dalam memberikan lembaga keuangan syariah dengan fasilitas pendanaan dan menyesuaikan portofolio dalam jangka pendek, dan kedua, melayani sebagai saluran untuk transmisi kebijakan moneter.
3.             Akad yang digunakan dalam sistem perbankan syariah merupakan komitmen/perjanjian yang menyatu dengan nilai-nilai syariah.
4.             Setiap produk dan instrumen keuangan dalam perbankan syariah wajib menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Salah satunya Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang pada mulanya menggunakan akad wadiah, yang kemudian akadnya diubah menjadi ju’alah.
5.             Sejak dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008, maka Sertifikat Wadiah Bank Indonesia resmi diubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan menggunakan akad ju’alah. Karakteristik SBIS berbeda dengan SWBI. Jangka waktu SBIS adalah paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan (1 tahun).
6.             Return yang diperoleh ketika menggunakan akad wadiah jauh lebih besar dibandingkan return pada saat menggunakan akad ju’alah.



Daftar Pustaka
Al-Sayed, Ola Money Market Instruments in Conventional and Islamic Banks, European International Journal of Science and Humanities, Vol.1 No.3 February.
Arifin, Zainul. 2005 Dasar-Dasar Manajeman Bank Syari‘ah, Jakarta: Pustaka Alvabet.III
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
              .2005. Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta: Pusat pendidikan dan studi kebanksentralan Bank Indonesia
EL-DIN, Seif I. TAG, Capital and Money Markets of Muslims: The Emerging Experience in Theory and Practice, Kyoto Bulletin of Islamic Area Studies, 1-2 (2007), hlm 55 lihat di http://www.asafas.kyoto-u.ac.jp/ diakses pada tanggal 9 Januari 2016
Hafasnudin, Rancang Bangun Pasar Finansial Syariah, Jurnal Telaah & Riset Akuntansi Vol. 1, No. 2. Juli 2008 Hlm.156
Lucket, Dudley G. 1981. edisi ke 2, Uang dan Perbankan, Jakarta: Erlangga
Melva Vicensia Gulo - Universitas Negeri Surabaya
Muhammad, 2002. Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN
Yushita, Amanita Novi Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Handout Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Ma‘aji, Muhammad M dkk., Performance of     Asset         and    Commodity-Based Securities in Malaysia’s Islamic Inter-Bank Mone y Market, Journal of Islamic Banking and Finance December 2014, Vol. 2, No. 2, pp. 01-13
Sani Gandhi Anwar and Imam Wahyudi, Interdependence between Islamic capital market and money market: Evidence from Indonesia, Borsa Istanbul Review, Volume 14, Issue 1, March 2014, hlm. 2, lihat di http://www.sciencedirect.com/ diakses pada tanggal 9 Januari 2016
Soemitro, Andri, 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, cet. II, Jakarta: Kencana
Wiroso. 2005. Penghimpun Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta: PT Grasindo
Fatwa DSN MUI NO: 36 /DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi‘ah Bank Indonesia (SWBI)
Fatwa  DSN  MUI  NO:  37/DSN-MUI/X/2002  Pasar  Uang  Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari‘ah
Fatwa DSN MUI NO: 38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
Fatwa DSN MUI NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 Akad Ju‘alah
Fatwa DSN MUI NO: 63/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Fatwa DSN MUI NO: 64/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju‘alah (SBIS Ju‘alah)
Fatwa DSN MUI NO: 78/DSN-MUI/IX/2010 Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/7/PBI/2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Peraturan Bank Indonesia Nomor:10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2007
Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011

- Melva Vicensia Gulo Universitas Negeri Surabaya

Oleh: Yusran Juni 

twitter