Islam
adalah al-din (the religion). Istilah al-din disebutkan dalam
al-Qur’an surat Ali Imran ayat 19 dan surat al-Maidah ayat 3. Perkataan al-din
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan perkataan agama walaupun secara
konsepsional perkataan al-din dan agama mengandung konotasi yang
berbeda. Perkataan agama yang sudah lazim digunakan dalam bahasa Indonesi
berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki konotasi yang sangat erat dengan
tradisi agama Hindu dan Budha. Sedangkan perkataan al-din merupakan
suatu konsep yang terdiri dari dua komponen pokok yakni pengaturan hubungan
antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan manusia lainnya.
Sejak
diturunkannya, Islam berdasarkan dan memusatkan perhatiannya kepada keesaan
Tuhan. Sedangkan agama yang berdasarkan tauhid, Islam tidak pernah memisahkan
antara hal-hal yang disebut spiritual (kerohanian), material (kebendaan),
religious (keagamaan), dengan yang frofan (keduniaan) di dalam
segala bidang. Oleh karena itu, dalam bahasa Islam tidak ada kata yang semakna
dengan sekuler seperti yang ada di Barat. Agama Islam sendiri adalah induk atau
asal dari hukum Islam. Menurut Christian Snouck Hurgronje, Islam adalah agama hukum
dalam arti kata yang sesungguh-sungguhnya. Hal ini berarti bahwa selain dari
agama, Islam mengandung norma-norma hukum baik kaidah-kaidah hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, yang sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh
pemeluk agama secara pribadi maupun kaidah-kaidah yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat yang memerlukan bantuan
penyelenggara agamauntuk dapat dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam dengan
sempurna, juga bermakna bahwa agama Islam dan hukum Islam tidak dapat dicerai
pisahkan.[i]
Hukum
Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Jika
berbicara tentang hukum, yang terlintas dari pemikiran adalah
peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu yang hidup dalam
masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan
oleh penguasa.[ii]
Bentuknya mungkin berupa hukum tidak tertulis seperti hukum adat, mungkin juga
berupa hukum tertulis dalam peraturan perundang-undangan seperti hukum barat.
Hukum dalam konsepsi seperti hukum barat ini adalah hukum yang sengaja dibuat
oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia sendiri dalam masyarakat
tertentu. Dalam konsepsi hukum perundang-undangan (barat) ini diatur oleh hukum
hanyalah hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat.[iii]
Sedangkan dalam konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukum ditetapkan oleh
Allah.
Pada
dasarnya, hukum Islam tidak seperti hukum pada umumnya yang membedakan antara hukum
privat (hukum perdata) dan hukum publik. Namun, bila diklasifikasikan dalam dua
bentuk hukum tersebut, hukum Islam ruang lingkupnya juga meliputi kedua hal
tersebut. Hal yang menyebabkan tidak dibedakannya adalah disebabkan karena
menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi perdatanya.
Berbeda dengan hukum barat, dimana sistem hukum ini dibedakan dengan jelas
antara hukum privat dengan hukum publik.
Dalam
hukum Islam, yang disebutkan hanyalah bagian-bagiannya saja, yakni (1) munakahat,
(2) wirasah, (3) mu’amalat dalam arti khusus, (4) jinayat
atau ‘ukubat, (5) al-ahkam al-Sultaniyah (khalifah), (6) siyar,
dan (7) mukhassamat.[iv]
Meskipun dalam hukum Islam di bidang mu’amalat tidak membedakan dengan tajam
antara hukum publik dan hukum perdata, namun, sebenarnya ruang lingkup hukum
Islam sangat luas karena mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Sumber
hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Dalam kepustakaan
hukum Islam di Indonesia, sumber hukum Islam kadang-kadang disebut dengan dalil
hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.[v]
Allah telah menentukan sendiri sumber hukum Islam yang wajib diikuti oleh
setiap muslim. Adapun sumber hukum Islam itu adalah al-(1) Qur’an, (2) as-Sunnah,
dan (3) akal fikiran atau penalaran (ijtihad, ijma’ qiyas, maslahat
mursalah, sadduz zari’ah, istihsan, istishshab, dan urf. Akal fikiran ini dalam
kepustakaan sering disebut dengan istilah al-ra’yu atau pendapat
orang-orang yang memenuhi syarat untuk menentukan nilai atau norma atau kaidah
pengukur tingkah laku manusia dalam bidang hidup dan kehidupan. Ketiga sumber hukum
Islam itu (al-Qur’an, as-Sunnah, dan al-Ra’yu) merupakan satu rangkaian
kesatuan, dengan urutan yang sudah disebutkan dan tidak boleh dibalik.
Sedangkan Muhammad Idris al-Syafi’i dalam bukunya yang berjudul Kitab
al-Risalah fi Ushul al Fiqh berpendapat bahwa sumber hukum Islam ada empat,
yakni (1) al-Qur’an, (2) al-Sunnah, (3) al-Ijma’, dan (4) al-Qiyas.[vi]
Pendapat Imam Syafi’i ini juga berdasarkan pada surat an-Nisa’ ayat 59.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil ‘amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul
(al-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’
: 59)
Perkataan
“taatilah Allah dan Rasul” dalam ayat tersebut merujuk kepada al-Qur’an dan
al-Sunnah sebagai sumber hukum Islam. Perkataan”dan (taatilah) ulil ‘amri di
antara kamu” menunjuk kepada al-Ijma’ sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan
kata-kata “jika kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu, kembalikanlah kepada
Allah dan Rasu” menunjuk kepada al-Qiyas sebagai sumber hukum Islam. [vii]
A.
al-Qur’an
al-Qur’an
adalah sumber atau dasar hukum Islam yang utama dari semua ajaran dan syari’at
Islam.[viii]
Hal ini ditegaskan di dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 105.
“Sesungguhnya
kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu
mengadili antara manusia dengan apa yang telah Alah wahyukan kepadamu, dan
janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat.” (QS. An_Nisa’ : 105)
Definisi
tentang al-Qur’an telah banyak dirumuskan oleh beberapa ulama, akan tetapi dari
beberapa definisi terdapat empat unsur pokok[ix],
yaitu: Pertama, bahwa al-Qur’an itu berbentuk lafaz yang mengandung arti
bahwa apa yang dIslampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dalam
bentuk makna dan dilafazkan oleh Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah
al-Qur’an. Kedua, bahwa al-Qur’an itu adalah bahasa Arab, yang
mengandung arti bahwa al-Qur’an yang dialihbahasakan kepada bahasa lain atau
yang diibaratkan dengan bahasa asing bukanlah al-Qur’an. Ketiga, bahwa
al-Qur’an ini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengandung arti bahwa
wahyu Allah yang dIslampaikan kepada Nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut
al-Qur’an. Keempat, bahwa al-Qur’an itu dinukilkan secara mutawatir,
mengandung arti bahwa ayat-ayat yang dinukilkan tidak secara mutawatir tidaklah
disebut al-Qur’an.
B.
as-Sunnah
as-Sunnah dalam
bahasa Arab berarti tradisi, kebiasaan, adat istiadat. Dalam terminology Islam,
berarti perbuatan, perkataan, dan keizinan Nabi Muhammad SAW (af’alu,
aqwalu, dan taqriru). Menurut rumusan ulama ushul fiqh, as-Sunnah
dalam pengertian istilah ialah segala yang dipindahkan dari Nabi SAW, berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrir yang mempunyai kaitan dengan hukum. Pengertian
inilah yang dimaksudkan untuk kata as-Sunnah dalam hadis Nabi: “Sungguh
telah kutinggalkan untukmu dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama kamu
berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya.”
(al-Hadis).[x]
C.
Ijtihad
Ijtihad
adalah menggerakkan seluruh kekuatan atau kemampuan daya fikir untuk memecahkan
masalah yang tidak diatur di dalam al-Qur’an maupun di dalam sunnah Rasul.[xi]
D.
Ijma’
Ijma’
menurut pelajaran hukum Islam pada prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa
ahli istihsan atau sejumlah mujtahid umat Islam setelah masa Rasulullah tentang
hukum atau ketentuan beberapa masalah yang berkaitan dengan syaria’at atau
suatu hal.[xii]
Menurut Maulana Muhammad Ali, Ijma’ merupakan salah satu upaya ijtihad
umat Islam setelah Qiyas.[xiii]
E.
Qiyas
Qiyas
adalah menyamakan hukum sesuatu yang tidak terdapat ketentuannya di dalam
al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam
al-Qur’an dan Sunnah Rasul, karena persamaan illat.[xiv]
F.
Maslahat
Mursalah
Maslahat
Mursalah adalah memperhatikan kepentingan masyarakat dan/atau memelihara
tujuan hukum Islam, mengambil kebaikan dan menolak kerusakan dalam kehidupan
masyarakat (Abdul Wahhab Khallaf, 1996:126). Oleh karena itu, Maslahat
Mursalah adalah penetapan ketentuan hukum berdasarkan kemaslahatan
(kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’, baik ketentuan
umum maupun ketentuan khusus.[xv]
G.
Sadduz
Zari’ah
Sadduz
Zari’ah ialah menghambat atau menutup sesuatu yang menjadi jalan kerusakan
untuk menolak kerusakan. Sebagai contoh, melarang orang meminum seteguk minuman
memabukkan (padahal seteguk itu tidak memabukkan) untuk menutup jalan sampai
kepada meminum yang banyak (Mohammad Hashim Kamali, 1991:310).[xvi]
H.
Istihsan
Istihsan
adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan
yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan social.[xvii]
Secara etimologi adalah memandang sesuau baik. Menurut istilah, berarti
memandang lebih baik meninggalkan ketentuan dalil yang bersifat khusus untuk
mengamalkan ketentuan yang bersifat umum yang dipandang lebih kuat.[xviii]
I.
Istishshab
Istishshab
adalah menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya,
sampai ada dalil yang mengubahnya (menghalalkan hukum yang telah ada, karena
belum ada ketentuan lain yang membatalkan).[xix]
J.
Urf
Urf adalah kebiasaan atau adat istiadat yang sudah
turun temurun keberlakuannya di dalam masyarakat. Urf dimaksud ada yang
sesuai ajaran Islam da nada yang tidak sesuai. Urf yang sesuai atau
tidak bertentangan dengan ajaran Islam biasa disebut hukum adat (Abdul Wahhab
Khallaf, 1996:134).[xx]
[i]
Mohammad Daud Ali. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 19
[ii] Dr.
H. Muharam Marzuki,Ph.D. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum (Jakarta: Departemen
Agama RI. 2002), hal. 15
[iii]
Mohammad Daud Ali. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 39
[iv]
H.M. Rasjidi. Keutamaan Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang. 1971), hal.
25
[v]
Mukhtar Yahya. Dasar-dasar Pembinaan
Hukum Fiqh Islamy, jilid 1 (Jakarta: Pustaka Al husna, 1979), hal. 21
[vi] Dr.
H. Muharam Marzuki,Ph.D. Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum (Jakarta:
Departemen Agama RI. 2002), hal. 23
[vii]
Mohammad Daud Ali. Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 68
[viii]
Drs. Sudarsono,S.H,M,Si. Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta,
2001), hal. 1
[ix]
Amir Syarifudin. Pembaharuan Pemikiran dalam Islam. hal. 24-25
[x] Prof.
Dr. H. Zainuddin Ali,M.A. Hukum Islam: Pengantar Ilmu HUkum Islam di
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 32
[xi] Hj.
Wahyuni Retnowulandari,SH,MH. Hukum Islam dalam Tata hukum Indonesia
(Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010), hal. 24
[xii]
Drs. Sudarsono,S.H,M,Si. Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rineka Cipta,
2001), hal. 18
[xiii]
Abdullah Siddik,SH.Ap.Cet, hal. 225
[xiv] Hj.
Wahyuni Retnowulandari,SH,MH. Hukum Islam dalam Tata hukum Indonesia
(Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010), hal. 35
[xv]
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali,M.A. Hukum Islam: Pengantar Ilmu HUkum Islam di
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 41
[xvi]
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali,M.A. Hukum Islam: Pengantar Ilmu HUkum Islam di
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 42
[xvii] Hj.
Wahyuni Retnowulandari,SH,MH. Hukum Islam dalam Tata hukum Indonesia
(Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010), hal. 36
[xviii]
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali,M.A. Hukum Islam: Pengantar Ilmu HUkum Islam di
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 42
[xix] Hj.
Wahyuni Retnowulandari,SH,MH. Hukum Islam dalam Tata hukum Indonesia
(Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010), hal. 36
[xx] Prof.
Dr. H. Zainuddin Ali,M.A. Hukum Islam: Pengantar Ilmu HUkum Islam di
Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar